Minggu, 20 Februari 2011

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ANEMIA



ASHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ANEMIA


A.    PENGERTIAN
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah.

B.     PENYEBAB ANEMIA
Anemia dapat dibedakan menurut mekanisme kelainan pembentukan, kerusakan atau kehilangan sel-sel darah merah serta penyebabnya. Penyebab anemia antara lain sebagai berikut:
1.      Anemia pasca perdarahan : akibat perdarahan massif seperti kecelakaan, operasi dan persalinan dengan perdarahan atau perdarahan menahun:cacingan.
2.      Anemia defisiensi: kekurangan bahan baku pembuat sel darah. Bisa karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis kurang, keperluan yang bertambah.
3.      Anemia hemolitik: terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan. Karena faktor intrasel: talasemia, hemoglobinopatie,dll. Sedang factor ekstrasel: intoksikasi, infeksi –malaria, reaksi hemolitik transfusi darah.
4.      Anemia aplastik disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan sumsum tulang).







C.    TANDA DAN GEJALA
1.      Tanda-tanda umum anemia:
a.       pucat,
b.      tacicardi,
c.       bising sistolik anorganik,
d.      bising karotis,
e.       pembesaran jantung.
2.      Manifestasi khusus pada anemia:
a.       Anemia aplastik: ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral, infeksi bakteri, demam, anemis, pucat, lelah, takikardi.
b.      Anemia defisiensi: konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl), telapak tangan pucat (Hb < 8 gr/dl), iritabilitas, anoreksia, takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur meningkat, kehilangan minat bermain atau aktivitas bermain. Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, anak tak tampak sakit, tampak pucat pada mukosa bibir, farink,telapak tangan dan dasar kuku. Jantung agak membesar dan terdengar bising sistolik yang fungsional.
c.       Anemia aplastik : ikterus, hepatosplenomegali.

D.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Kadar Hb.
Kadar Hb <10g/dl. Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata < 32% (normal: 32-37%), leukosit dan trombosit normal, serum iron merendah, iron binding capacity meningkat.
2.      Kelainan laborat sederhana untuk masing-masing tipe anemia :
a.       Anemia defisiensi asam folat : makro/megalositosis
b.      Anemia hemolitik : retikulosit meninggi, bilirubin indirek dan  total naik, urobilinuria.
c.       Anemia aplastik : trombositopeni, granulositopeni, pansitopenia, sel patologik darah tepi ditemukan pada anemia aplastik karena keganasan.
E.     PATHWAYS

 









































F.     PENATALAKSANAAN
a.       Anemia pasca perdarahan: transfusi darah. Pilihan kedua: plasma ekspander atau plasma substitute. Pada keadaan darurat bisa diberikan infus IV apa saja.
b.      Anemia defisiensi: makanan adekuat, diberikan SF 3x10mg/kg BB/hari. Transfusi darah hanya diberikan pada Hb <5 gr/dl.
c.       Anemia aplastik: prednison dan testosteron, transfusi darah, pengobatan infeksi sekunder, makanan dan istirahat.

G.    MASALAH KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL
1.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komparten seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi ke sel.
2.      Tidak toleransi terhadap aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan.

H.    TINDAKAN KEPERAWATAN
1.      Perfusi jaringan adekuat
-          Memonitor tanda‑tanda vital, pengisian kapiler, wama kulit, membran mukosa.
-          Meninggikan posisi kepala di tempat tidur
-          Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.
-          Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan, atau gelisah
-          Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.
-          Mempertahankan suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebu­tuhan tubuh.
-          Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
2.      Mendukung anak tetap toleran terhadap aktivitas
-          Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak.
-          Memonitor tanda‑tanda vital selama dan setelah melakukan aktivitas, dan mencatat adanya respon fisiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut jantung peningkatan tekanan darah, atau nafas cepat).
-          Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga untuk berhenti melakukan aktivitas jika teladi gejala‑gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing atau kelelahan).
-          Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan sehari­ hari sesuai dengan kemampuan anak.
-          Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan reinforcement terhadap partisipasi anak di rumah.
-          Membuat jadual aktivitas bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain.
-          Menjelaskan dan memberikan rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak dalam melakukan aktivitas, memonitor kemam­puan melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada orang tua dan sekolah.
3.      Memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat
-          Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
-          Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
-          Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
-          Mengevaluasi berat badan anak setiap hari.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.
  2. Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
  3. Tucker SM. (1997). Standar Perawatan Pasien. Edisi V. Jakarta, EGC.
  4. Smeltzer, Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta, EGC.
  5. FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.
  6. Harlatt, Petit. (1997). Kapita Selekta Hematologi. Edisi 2. Jakarta, EGC.
  7. ACS. (2003). What is Anemia ?. Available (online) http: // www // yahoo / nurse / leucemia / htm.









ASKEP NEFROTIC SINDROME


NEFROTIC SINDROME

            Nefrotic syndrome merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuri, hipertensi dan menurunnya kecepatan filtrasi glomerulus. Sebab pasti belum jelas, dianggap sebagai suatu penyakit autoimun.
Secara umum etiologi dibagi menjadi nefrotic syndrome bawaan, sekunder, idiopatik dan sklerosis glomerulus. Penyakit ini biasanya timbul pada 2/100000 anak setiap tahun. Primer terjadi pada anak pra sekolah dan anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan.
Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena pada pasien nefrotic syndrome sering timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi masalah yang timbul, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.


1.1  Konsep Nefrotik Syndrome (NS)
1.      Pengertian.
NS adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).

2.      Etiologi
Sebab pasti belum jelas. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Secara umum etiologi dibagi menjadi :
a.       Nefrotic syndrome bawaan.
Gejala khas adalah edema pada masa neonatus.
b.      Nefrotic syndrome sekunder
Penyebabnya adalah malaria, lupus eritematous diseminata, GNA dan GNK, bahan kimia dan amiloidosis.
c.       Nefrotic syndrome idiopatik
d.      Sklerosis glomerulus.

3.      Patofisiologi.
Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.

Permiabilitas glomerulus á
 
Sistem imun menurun
 
 












 

























4.      Gejala klinis.
-          Edema, sembab pada kelopak mata
-          Rentan terhadap infeksi sekunder
-          Hematuria, azotemeia, hipertensi ringan
-          Kadang-kadang sesak karena ascites
-          Produksi urine berkurang
5.      Pemeriksaan Laboratorium
-          BJ urine meninggi
-          Hipoalbuminemia
-          Kadar urine normal
-          Anemia defisiensi besi
-          LED meninggi
-          Kalsium dalam darah sering merendah
-          Kadang-kdang glukosuria tanpa hiperglikemia.
6.      Penatalaksanaan
-          Istirahat sampai edema sedikit
-          Protein tinggi 3 – 4 gram/kg BB/hari
-          Diuretikum
-          Kortikosteroid
-          Antibiotika
-          Punksi ascites
-          Digitalis bila ada gagal jantung.

1.2  Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome
1.      Pengkajian
a.       Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada  usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi nefrotic syndrome.
b.      Riwayat Kesehatan.
1)      Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
2)      Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia.
3)      Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
c.       Riwayat kesehatan keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
d.      Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan.
e.       Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
f.       Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
g.      Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.
h.      Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
i.        Pengkajian persistem.
a)      Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen
b)      Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.
c)      Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d)     Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e)      Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
f)       Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g)      Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h)      Sistem endokrin
Dalam batas normal
i)        Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
j.        Persepsi orang tua
Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

2.      Diagnosa dan Rencana Keperawatan.
a)      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi
Rasional
1.      Catat intake dan output secara akurat

2.      Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine
3.      Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama
4.      Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam.
5.      Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari.
Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan
Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi indikator regimen terapi
Estimasi penurunan edema tubuh

Mencegah edema bertambah berat

Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja  hepar dan mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal.

b)      Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.
Intervensi
Rasional
1.   Catat intake dan output makanan secara akurat
2.   Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare.

3.   Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup

Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh

Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan. Diare sebagai reaksi edema intestinal
Mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk

c)      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan.

Intervensi
Rasional
1.   Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung.
2.   Tempatkan anak di ruangan non infeksi
3.   Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.
4.   Lakukan tindakan invasif secara aseptik

Meminimalkan masuknya organisme


Mencegah terjadinya infeksi nosokomial
Mencegah terjadinya infeksi nosokomial
Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis.

d)     Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takur.
Intervensi
Rasional
1.   Validasi perasaan takut atau cemas


2.   Pertahankan kontak dengan klien

3.   Upayakan ada keluarga yang menunggu


4.   Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau foto keluarga.
Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya.
Memantapkan hubungan, meningkatan  ekspresi perasaan
Dukungan yang terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi.
Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga.

DAFTAR PUSTAKA

Berhman & Kliegman (1987), Essentials of Pediatrics, W. B Saunders, Philadelphia.

Doengoes et. al, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Made Kariasa, EGC, Jakarta

Matondang, dkk. (2000), Diagnosis Fisis Pada Anak, Sagung Seto, Jakarta

Ngastiyah, (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Rusepno, Hasan, dkk. (2000), Ilmu Kesehaatan Anak 2, Infomedica, Jakarta

Tjokronegoro & Hendra Utama, (1993), Buku Ajar Nefrologi, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

-------, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo-Lab/UPF IKA, Surabaya.

BAB 2
TINJAUAN TEORI

1.3  Konsep Nefrotik Syndrome (NS)
1.      Pengertian.
2.      Etiologi
b.      Nefrotic syndrome bawaan.
c.       Nefrotic syndrome sekunder
d.      Nefrotic syndrome idiopatik
e.       Sklerosis glomerulus.

3.      Patofisiologi.
 


Permiabilitas glomerulus á
 
Sistem imun menurun
 
 


































1.4  Konsep Asuhan Keperawatan pada Nefrotic Syndrome
  1. Pengkajian

  1. Diagnosa dan Rencana Keperawatan.
    1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
    2. Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
    3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
    4. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).