Sabtu, 04 September 2010

Manajement Konflik


 

  1. Definisi Konflik

    Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

    Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

    Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

    Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi.

    Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama.


 


 


 


 

  1. Aspek Positif Dalam Konflik

    Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :

    1. Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
    2. Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
    3. Menumbuhkan semangat baru pada staf.
    4. Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
    5. Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.

    Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.


     

  2. Penyebab Konflik

    Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut:

    1. Batasan pekerjaan yang tidak jelas
    2. Hambatan komunikasi
    3. Tekanan waktu
    4. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
    5. Pertikaian antar pribadi
    6. Perbedaan status
    7. Harapan yang tidak terwujud


     

  3. Faktor Penyebab Konflik
    1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

      Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

    2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.

      Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

    3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

      Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

    4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

      Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.


 


 


 


 

  1. Pengelolaan Konflik

    Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:

    1. Disiplin:

      Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.

    2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan:

      Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.

    3. Komunikasi:

      Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.

    4. Mendengarkan secara aktif:

      Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.


     

  2. Teknik Atau Keahlian Untuk Mengelola Konflik

    Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :

    1. Konflik itu sendiri
    2. Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
    3. Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
    4. Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
    5. Ketersediaan waktu dan tenaga


     

  3. Strategi :
    1. Menghindar

      Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan "Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi"

    2. Mengakomodasi

      Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.

    3. Kompetisi

      Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.

    4. Kompromi atau Negosiasi

      Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.

    5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi

      Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.


     

  4. Petunjuk Pendekatan Situasi Konflik :
    1. Diawali melalui penilaian diri sendiri
    2. Analisa isu-isu seputar konflik
    3. Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.
    4. Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
    5. Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
    6. Mengembangkan dan menguraikan solusi
    7. Memilih solusi dan melakukan tindakan
    8. Merencanakan pelaksanaannya


     

    1. Jenis-Jenis Konflik

    Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :

    1. Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role)).
    2. Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
    3. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
    4. Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara).
    5. Konflik antar atau tidak antar agama.
    6. Konflik antar politik.


 


 


 


 

2.10.Akibat Konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

  1. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  2. Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
  3. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dan lain-lain.
  4. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
  5. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.


 

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut :

  1. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
  2. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
  3. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.

Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

Rabu, 01 September 2010

Laparatomi

  1. Definisi

    Laparatomi adalah pembedahan perut sampai membuka selaput perut. Yang dimaksud pembedahan perlaparatomi adalah:

    1) Berbagai jenis oprasi pada uterus;

    2) Oprasi pada tuba fallopii;

    3) Oprasi pada ovarium.

    Ada empat cara, yaitu:

    1. Midline incision
    2. Paramedium, yaitu; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm) dan panjang (12,5 cm).
    3. Transverse upper abdomen incision, yaitu; insisi di bagian atas.
    4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka.
  2. Indikasi
    1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
    2. Peritonitis
    3. Perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding)
    4. Sumbatan pada usus halus dan besar
    5. Masa pada abdomen.
  3. Komplikasi
    1. Ventilasi paru tidak adekuat
    2. Gangguan kardiovaskuler
    3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
    4. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.
  4. Perawatan post laparatomi

    Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang di berikan kepada klien yang telah menjalani oprasi pembedahan perut. Adapun tujuan perawatan post laparatomi, antara lain:

    1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
    2. Mempercepat penyembuhan.
    3. Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum oprasi.
    4. Mempertahankan konsep diri klien.
    5. Mempersiapkan klien pulang
  5. Tujuan perawatan post laparatomi;
    1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
    2. Mempercepat penyembuhan.
    3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
    4. Mempertahankan konsep diri pasien.
    5. Mempersiapkan pasien pulang.
  6. Data-data yang perlu dikaji adalah
    1. Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah; Respiratory

      Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.

    2. Sirkulasi

      Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.

    3. Persarafan : Tingkat kesadaran.
    4. Balutan
      Apakah ada tube, drainage ?

      Apakah ada tanda-tanda infeksi?

      Bagaimana penyembuhan luka ?

    5. Peralatan
      Monitor yang terpasang.

    Cairan infus atau transfusi.

    1. Rasa nyaman

      Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.

      Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.


 

PERAWATAN LUKA

  1. Pengertian
    Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.

    Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

    1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
    2. Respon stres simpatis
    3. Perdarahan dan pembekuan darah
    4. Kontaminasi bakteri
    5. Kematian sel
  2. Mekanisme terjadinya luka :
    1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
    2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
    3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
    4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
    5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
    6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
    7. Luka Bakar (Combustio)
  3. Jenis-Jenis Luka

    Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :

    1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
    2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
    3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
    4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.


 


 

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :

  1. Stadium I : Luka Superfisial ("Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
  2. Stadium II : Luka "Partial Thickness" : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
  3. Stadium III : Luka "Full Thickness" : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
  4. Stadium IV : Luka "Full Thickness" yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :

  1. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
  2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.


 

JENIS TINDAKAN KEPERAWATAN

  1. Secara mandiri (independen) : adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya stressor (penyait), misalnya :
    1. Membantu klien dalam melakuan kegiatan sehari-hari
    2. Memberikan perawatan
      kulit untuk mencegah dekubitus
    3. Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar
    4. Menciptakan lingungan terapeutik
  2. Saling ketergantungan (interdependent/kolaborasi) : adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim perawatan atau dengan tim kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapi, analis kesehatan dan sebagainya, misalnya dalam hal :
    1. Pemberian obat-obatan sesuai dengan instruksi dokter
    2. Pemberian infus
  3. Rujukan/ketergantungan (dependen) : adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain, diantaranya dokter, psikolog, psikiater, ahli gizi, fisioterapi, dan sebagainya, misalnya :
    1. Pemberian makan pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi
    2. Latihan fisik – ahli fisioterapi

Skala Nyeri

0 :Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul