Sabtu, 13 Maret 2010

Gerontik

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK

PENDAHULUAN

Perkembangan IPTEK memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan yang terlihat dari angka harapan hidup (AHH) yaitu:
AHH di Indonesia tahun 1971 : 46,6 tahun
tahun 1999 : 67,5 tahun
Populasi lansia akan meningkat juga yaitu:

  • ± 10 juta jiwa/5,5àPada tahun 1990 jumlah penduduk 60 tahun % dari total populasi penduduk.
  • Pada tahun 2020 diperkirakan meningka 3X menjadi ± 29 juta jiwa/11,4 % dari total populasi penduduk (Lembaga Demografi FE-UI-1993).

Selanjutnya :
Terdapat hasil yang mengejutkan, yaitu:

  • 62,3% lansia di Indonesia masih berpenghasilan dai pekerjaannya sendiri
  • 59,4% dari lansia masih berperan sebagai kepala keluarga
  • 53 % lansia masih menanggung beban kehidupan keluarga
  • hanya 27,5 % lansia mendapat penghasilan dari anak/menantu

DEPKES RI membagi Lansia sebagai berikut:
1. kelompok menjelang usia lanjut (45 – 54 th) sebagai masa VIRILITAS
2. kelompok usia lanjut (55 – 64 th) sebagai masa PRESENIUM
3. kelompok usia lanjut (65 th > ) sebagai masa SENIUM

Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Usia lanjut : 60 – 74 tahun
2. Usia Tua : 75 – 89 tahun
3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun

PROSES PENUAAN

  • Penuaan Primer : perubahan pada tingkat sel (dimana sel yang mempunyai inti DNA/RNA pada proses penuaan DNA tidak mampu membuat protein dan RNA tidak lagi mampu mengambil oksigen, sehingga membran sel menjadi kisut dan akibat kurang mampunya membuat protein maka akan terjadi penurunan imunologi dan mudah terjadi infeksi.
  • Penuaan Skunder : proses penuaan akibat dari faktor lingkungan, fisik, psikis dan sosial .

Stress fisik, psikis, gaya hidup dan diit dapat mempercepat proses menjadi tua.
Contoh diet ; suka memakan oksidator, yaitu makanan yang hampir expired.
Gairah hidup yang dapat mempercepat proses menjadi tua dikaitkan dengan kepribadian seseorang, misal: pada kepribadian tipe A yang tidak pernah puas dengan apa yang diperolehnya.

Secara umum perubahan proses fisiologis proses menua adalah:
1. terjadi dalam sel seperti:
àPerubahan Mikro

  • Berkurangnya cairan dalam sel
  • Berkurangnya besarnya sel
  • Berurangnya jumlah sel

2. yang jelas terlihat seperti:àPerubahan Makro

  • Mengecilnya mandibula
  • Menipisnya discus intervertebralis
  • Erosi permukaan sendi-sendi
  • Osteoporosis
  • Atropi otot (otot semakin mengecil, bila besar berarti ditutupi oleh lemak tetapi kemampuannya menurun)
  • Emphysema Pulmonum
  • Presbyopi
  • Arterosklerosis
  • Manopause pada wanita
  • Demintia senilis
  • Kulit tidak elastis
  • Rambut memutih

KARAKTERISTIK PENYAKIT PADA LANSIA

  • saling berhubungan satu sama lainàPenyakit sering multiple
  • Penyakit bersifat degeneratif
  • àGejala sering tidak jelas berkembang secara perlahan
  • Sering bersama-sama problem psikologis dan sosial
  • Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut
  • Sering terjadi penyakit iatrogenik (penyakit yang disebabkan oleh konsumsi obat yang tidak sesuai dengan dosis)

Hasil penelitian Profil Penyakit Lansia di 4 kota (Padang, Bandung, Denpasar, Makasar), sebagai berikut:

  • Fungsi tubuh dirasakan menurun:

Penglihatan (76,24 %), Daya ingat (69,39 %), Sexual (58,04 %), Kelenturan (53,23 %), Gilut (51,12 %).

  • Masalah kesehatan yang sering muncul

Sakit tulang (69,39 %), Sakit kepala (51,15 %), Daya ingat menurun (38,51 %), Selera makan menurun (30,08 %), Mual/perut perih (26,66 %), Sulit tidur (24,88 %) dan sesak nafas (21,28 %).

PENGERTIAN

Ilmu + Keperawatan + GerontikàIlmu Keperawatan Gerontik

  • Ilmu : pengetahuan dan sesuatu yang dapat dipelajari
  • Keperawatan : konsisten terhadap hasil lokakarya nasional keperawatan 1983
  • Gerontik : gerontologi + geriatrik
  • Gerontologi adalah cabang ilmu yang membahas/menangani tentang proses penuaan/masalah yang timbul pada orang yang berusia lanjut.
  • Geriatrik berkaitan dengan penyakit atau kecacatan yang terjadi pada orang yang berusia lanjut.
  • Keperawatan Gerontik : suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

LINGKUP PERAN DAN TANGGUNGJAWAB
Fenomena yang menjadi bdang garap keperawatan gerontik adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (KDM) lanjut usia sebagai akibat proses penuaan.

Lingkup askep gerontik meliputi:
1. Pencegahan terhadap ketidakmampuan akibat proses penuaan
2. Perawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akibat proses penuaan
3. Pemulihan ditujukan untuk upaya mengatasi kebutuhan akibat proses penuaan

Dalam prakteknya keperawatan gerontik meliputi peran dan fungsinya sebagai berikut:
1. Sebagai Care Giver /pemberi asuhan langsung
2. Sebagai Pendidik klien lansia
3. Sebagai Motivator
4. Sebagai Advokasi
5. Sebagai Konselor

Tanggung jawab Perawat Gerontik
1. Membantu klien lansia memperoleh kesehatan secara optimal
2. Membantu klien lansia untuk memelihara kesehatannya
3. Membantu klien lansia menerima kondisinya
4. Membantu klien lansia menghadapi ajal dengan diperlakukan secara manusiawi sampai dengan meninggal.

Sifat Pelayanan Gerontik
1. Independent (layanan tidak tergantung pada profesi lain/mandiri)
2. Interdependent
3. Humanistik (secara manusiawi)
4. Holistik (secara keseluruhan)

Model Pemberian Keperawatan Profesional
1. Model Asuhan
2. berkaitan pada pengaturan/manajemen
àModel Manajerial

Model asuhan yang sesuai masih dalam penelitian…………………………………
Diterima sementara ini "Ad an Adaptation Model of Nursing" (Sister Calista Roy)

Model Manajerial yaitu: yang sesuai juga masih dalam penelitian tentang yang lebih mengarah pada tindakan yang profesiona

Sabtu, 06 Maret 2010

Askep fraktur cervicalis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR CERVICALIS


 

  1. Pengertian

    Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

  2. Patofisiologis dikaitkan dengan KDM


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

  1. Data fokus.

    Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal

    Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat

    Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus hilang

    Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri.

    Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang

    Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL

    Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis.

    Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada derah trauma.

    Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis

    Keamanan : suhu yang naik turun

  2. Pemeriksaan diagnostik

    Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)

    CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas

    MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal

    Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru

    AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

  3. Diagnosa keperawatan
  4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma

    Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen

    Kriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < 45, rr = 16-20 x/mt, tanda sianosis –

    Intervensi keperawatan :

    1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.
    2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret. Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.
    3. Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.
    4. Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.
    5. Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera
    6. Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma
    7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari. Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.
    8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
    9. Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
    10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.
    11. Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan
  5. Diagnosa keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan

    Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.

    Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.

    Intervensi keperawatan :

    1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum
    2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman
    3. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif
    4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop
    5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik
    6. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
    7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.
  6. Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera

    Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan

    Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang

    Intervensi keperawatan :

    1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
    2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
    3. Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.
    4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
    5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.
    1. Diagnosa keperawatan : gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.

      Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi

      Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali

      Intervensi keperawatan :

      1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.
      2. Observasi adanya distensi perut.
      3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
      4. Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces
      5. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus
    2. Diagnosa keperawatan : perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.

      Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan

      Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada

      Intervensi keperawatan:

      1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal
      2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
      3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.
      4. Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine

      5.6 Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan

Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering

    Intervensi keperawatan :

  1. Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.
  2. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: untuk mengurangi penekanan kulit
  3. Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit
  4. Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit
  5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan : Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.

 


 

Daftar kepustakaan :


 

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.

Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.

Sjamsuhidajat. R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

Askep acut limphosityc leucemia (ALL) bY Eben Zalukhu

ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA


 

PENGERTIAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Acut limphosityc leukemia adalah proliferasi maligna / ganas limphoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Tucker, 1997; Reeves & Lockart, 2002).

PENYEBAB ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum jelas, diduga kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang mungkin berperan, yaitu:

Faktor eksogen

Sinar x, sinar radioaktif.

Hormon.

Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat, chloramphinecol, anti neoplastic agent).

Faktor endogen

Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit hitam)

Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan Sindrom Down).

Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).

(Ngastiyah, 1997)

PATOFISIOLOGI ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan. (Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Betz & Sowden, 2002).

TANDA DAN GEJALA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:

  • Pilek tak sembuh-sembuh
  • Pucat, lesu, mudah terstimulasi
  • Demam, anoreksia, mual, muntah
  • Berat badan menurun
  • Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
  • Nyeri tulang dan persendian
  • Nyeri abdomen
  • Hepatosplenomegali, limfadenopati
  • Abnormalitas WBC
  • Nyeri kepala

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut limphosityc leukemia adalah:

  1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
    1. Ditemukan sel blast yang berlebihan
    2. Peningkatan protein
  2. Pemeriksaan darah tepi
    1. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
    2. Peningkatan asam urat serum
    3. Peningkatan tembaga (Cu) serum
    4. Penurunan kadar Zink (Zn)
    5. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl) tetapi dalam bentuk sel blast / sel primitif
  3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker ke organ tersebut
  4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
  5. Sitogenik:

    50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:

    1. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hiperploid (2n+a)
    2. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
    3. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil

PENGOBATAN PADA ALL

Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tandatanda DIC dapat diberikan heparin.

Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6merkaptopurin atau 6mp, metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, Lasparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersamasama dengan prednison. Pada pemberian obatobatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhzitihati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.

Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama).

Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia dapat sembuh sempurna.

Cara pengobatan.

Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:

  1. Induksi

    Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berbagai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%

  2. Konsolidasi

    Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.

  3. Rumat (maintenance)

    Untuk mempertahankan masa remisi, sedapatdapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.

  4. Reinduksi

    Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 36 bulan dengan pemberian obatobat seperti pada induksi selama 1014 hari.

  5. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.

    Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.

  6. Pengobatan imunologik

    Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.

    (FKUI, 1985)

PATHWAYS


 

Proliferasi Sel Kanker

Sel Kanker Bersaing Dengan Sel Normal

Untuk Mendapatkan Nutrisi


 

Infiltrasi


 

Sel Normal Digantikan Dengan Sel Kanker


 

Depresi Sumsum tulang Metabolisme Infiltrasi SSP Infiltrasi ekstra medular

                       


 

                 Sel Kekurangan Meningitis Pembesaran Limpa,Liver,Nodus Limfe, Tulang

                     makanan     leukemia        


 

eritrosit leukosit faktor     tekanan jaringan

             pembekuan nyeri tulang & persendian    tulang mengecil& lemah

                                

anemia infeksi perdarahan    

fraktur fisiologis


 

         demam trombositopeni                    

                                                                    

MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Adanya keganasan menimbulkan masalah keperawatan, antara lain:

  1. Intoleransi aktivitas
  2. Resiko tinggi infeksi
  3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuahn
  4. Resiko cedera (perdarahan)
  5. Resiko kerusakan integritas kulit
  6. Nyeri
  7. Resiko kekurangan volume cairan
  8. Berduka
  9. Kurang pengetahuan
  10. Perubahan proses keluarga
  11. Gangguan citra diri / gambaran diri


 

PERAWATAN PADA ANAK DENGAN ACUT LIMPHOSITYC LEUCEMIA

Mengatasi keletihan / intoleransi aktivitas:

Kaji adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah, kadar Hb rendah.

Pantau hitung darah lengkap dan hitung jenis

Berikan cukup istirahat dan tidur tanpa gangguan

Minimalkan kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenang

Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari

Pantau frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitas

Ketika kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransi

Jika diprogramkan, berikan packed RBC

Mencegah terjadinya infeksi

Observasi adanya tanda-tanda infeksi, pantau suhu badan laporkan jika suhu > 38oC yang berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi > 100 x / menit.

Sadari bahwa ketika hitung neutrofil menurun (neutropenia), resiko infeksi meningkat, maka:

Tampatkan pasien dalam ruangan khusus

Sebelum merawat pasien: cuci tangan dan memakai pakaian pelindung, masker dan sarung tangan.

Cegah komtak dengan individu yang terinfeksi

Jaga lingkungan tetap bersih, batasi tindakan invasif

Bantu ambulasi jika mungkin (membalik, batuk, nafas dalam)

Lakukan higiene oral dan perawatan perineal secara sering.

Pantau masukan dan haluaran serta pertahankan hidarasi yang adekuat dengan minum 3 liter / hari

Berika terapi antibiotik dan tranfusi granulosit jika diprogramkan

Yakinkan pemberian makanan yang bergizi.

Mencegah cidera (perdarahan)

Observasi adanya tanda-tanda perdarahan dengan inspeksi kulit, mulut, hidung, urine, feses, muntahan, dan lokasi infus.

Pantau tanda vital dan nilai trombosit

Hindari injesi intravena dan intramuskuler seminimal mungkin dan tekan 5-10 menit setiap kali menyuntik

Gunakan sikat gigi yang lebut dan lunak

Hindari pengambilan temperatur rektal, pengobatan rekatl dan enema

Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan cidera fisik atau mainan yang dapat melukai kulit.

Memberikan nutrisi yang adekuat

Kaji jumlah makanan dan cairan yang ditoleransi pasien

Berikan kebersihan oral sebelum dan sesudah makan

Hindari bau, parfum, tindakan yang tidak menyenangkan, gangguan pandangan dan bunyi

Ubah pola makan, berikan makanan ringan dan sering, libatkan pasien dalam memilih makanan yang bergizi tinggi, timbang BB tiap hari

Sajikan makanan dalam suhu dingin / hangat

Pantau masukan makanan, bila jumlah kurang berikan ciran parenteral dan NPT yang diprogramkan.

Mencegah kekurangan cairan

Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi

Berikan antiemetik awal sebelum pemberian kemoterapi

Hindari pemberian makanan dan minuman yang baunya merangngsang mual / muntah

Anjurkan minum dalam porsi kecil dan sering

Kolaborasi pemberian cairan parenteral untuk mempertahankan hidrasi sesuai indikasi

Antisipasi berduka

Kaji tahapan berduka oada anak dan keluarga

Berikan dukungan pada respon adaptif dan rubah respon maladaptif

Luangkan waktu bersama anak untuk memberi kesempatan express feeling

Fasilitasi express feeling melalui permainan

Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang:

Proses penyakit leukemia: gejala, pentingnya pengobatan / perawatan.

Komplikasi penyakit leukemia: perdarahan, infeksi dll.

Aktivitas dan latihan sesuai toleransi

Mengatasi kecemasan

Pemberian nutrisi

Pengobatan dan efek samping pengobatan

Meningkatkan peran keluarga

Jelaskan alasan dilakukannya setiap prosedur pengobatan / dianostik

Jadwalkan waktu bagi keluarga bersama anak tanpa diganggu oleh staf SR

Dorong keluarga untuk express feelings

Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan si anak

Mencegah gangguan citra diri / gambaran diri

Dorong pasien untuk express feelings tentang dirinya

Berikan informasi yang mendukung pasien ( misal; rambut akan tumbuh kembali, berat badan akan kembali naik jika terapi selesai dll.)

Dukung interaksi sosial / peer group

Sarankan pemakaian wig, topi / penutup kepala.


 

DAFTAR PUSTAKA


 

  1. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.
  2. Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
  3. Reeeves, Lockart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Cetakan I. Jakarta, Salemba Raya.
  4. FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.
  5. Sacharin Rosa M. (1993). Prinsip Perawatan Pediatri. Edisi 2. Jakarta : EGC.
  6. Gale Danielle, Charette Jane. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, Jakarta : EGC.
  7. Price Sylvia A, Wilson Lorraine Mc Cart .(1995). Patofisiologi. Jakarta : EGC
  8. Sutarni Nani.(2003). Prosedur Dan Cara Pemberian Obat Kemoterapi. Disampaikan Pada Pelatihan Kemoterapi Di RS Kariadi Semarang, Tanggal 13-15 November 2003.


 


 

Askep pada anak dengan thipoid

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANAK DENGAN THIPOID

A. PENGERTIAN

Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)

Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

B. PENYEBAB

Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)

Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)


 

C. PATOFISIOLOGIS

Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier.

Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)

PATHWAYS


 

Salmonella typhosa


 

Saluran pencernaan


 

Diserap oleh usus halus


 

Bakteri memasuki aliran darah sistemik


 

Kelenjar limfoid     Hati            Limpa            Endotoksin

usus halus


 

Tukak            Hepatomegali        Splenomegali        Demam


 

Pendarahan dan     Nyeri perabaan    

perforasi                    Mual/tidak nafsu makan


 

                        Perubahan nutrisi


 

Resiko kurang volume cairan


 

                                    (Suriadi & Rita Y, 2001)

D. GEJALA KLINIS

Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa. Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.

Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)

Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran 'anak tangga'. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)

Gambaran klinik tifus abdominalis

Keluhan:

- Nyeri kepala (frontal)                100%

- Kurang enak di perut                ³50%

- Nyeri tulang, persendian, dan otot         ³50%

- Berak-berak                    £50%

- Muntah                        £50%

Gejala:

- Demam                        100%

- Nyeri tekan perut                    75%

- Bronkitis                        75%

- Toksik                        >60%

- Letargik                        >60%

- Lidah tifus ("kotor")                40%

                            (Sjamsuhidayat,1998)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

  1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap

    Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.

  2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

    SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus

  3. Pemeriksaan Uji Widal

    Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:

  • Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
  • Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
    • Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)

F. TERAPI

  1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas
  2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
  3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
  4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
  5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari
  6. Golongan Fluorokuinolon
  • Norfloksasin     : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
  • Siprofloksasin    : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
  • Ofloksasin    : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
  • Pefloksasin    : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
  • Fleroksasin    : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
  1. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

G. KOMPLIKASI

Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer & Suprohaitan 2000)

Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)

 

  1. PENGKAJIAN
    1. Riwayat keperawatan
      1. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran
  2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
    1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
      1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung
      2. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh
  3. PERENCANAAN
    1. Mempertahankan suhu dalam batas normal
  • Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
  • Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
  • Berri minum yang cukup
  • Berikan kompres air biasa
  • Lakukan tepid sponge (seka)
  • Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
  • Pemberian obat antipireksia
  • Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat
  1. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan
  • Menilai status nutrisi anak
    • Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
    • Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
    • Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
    • Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama
  • Mempertahankan kebersihan mulut anak
    • Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
    • Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak
  1. Mencegah kurangnya volume cairan
  • Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam
  • Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah
  • Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
  • Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
    • Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge
  • Memberikan antibiotik sesuai program

    (Suriadi & Rita Y, 2001)

I. DISCHARGE PLANNING

  1. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
  2. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
  3. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
  4. Penderita memerlukan istirahat
  5. Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat

    (Samsuridjal D dan Heru S, 2003)

  6. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
  7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
  8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
  9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.

    (Suriadi & Rita Y, 2001)

DAFTAR PUSTAKA


 

  1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
  2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI. Jakarta. 1997.
  3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
  4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini. Hipokrates. Jakarta. 1997.
  5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
  6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
  7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
  8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002.
  9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. CV Sagung Seto. Jakarta. 2001.
  10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. 2001.
  11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk


 

    

Askep Diabetes Militus By Eben

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

PADA KASUS DIABETES MILLITUS

Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan sistem endokrin yang sering menyerang anak usia sekolah.

Pathogenesis

Disfungsi dari sel – sel beta pulau langerhans di panereas yang dapat disebabkan oleh adanya tumor, pangkreatitis, penggunaan Corticosteroid yang akan mengganggu sekresi insulin. Tiga efek utama gangguan / kekurangan insulin :

Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel – sel tubuh dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah.

Peningkatan nyata mobilisasi lemak dari daerah – daerah penyimpanan lemak menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler.

Pengurangan protein dalam jaringan tubuh. Dapat juga defisit insulin akan terjadi perubahan metabolic : Transport glukosa yang melintasi membran sel – sel berkurang. Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah

Glikolisis meningkat sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan kedalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.

Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurahkan kedalam darah dari hasil pemecahan asam amino dan lemak sehingga menyebabkan konsetrasi glukosa melebihi ambang ginjal, maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poli uri) akan timbul rasa haus (polidipsi), karena kalori negatif dan berat badan berkurang rasa lapar semakin besar (palipagi) mungkin timbul sebagai akibat kehilangan kalori.

Pada anak Diabetes terjadi rata – rata, penurunan produsi insulin akan berakibat penurunan kemampuan memperoleh energi yang berasal dari nutrisi yang dibutuhkan oleh anak. Karena kehilangan berat badan dan pertumbuhan yang lambat, gabungan kegagalan akan memambah berat badan dan mengurangi energi secara tiba – tiba yang akan membawa perhatian kesehatannya seberapa jauh. Anak mungkin melihat kesehatannya dari gejala sampai terlihat jelas.

Gejala – gejala tersebut biasanya disertai dengan penurunan berat badan atau kegagalan untuk memambah berat badan dan kekurangan energi. Gejalanya biasanya terjadi secara tiba – tiba. Jika seorang anak tidak tampak adanya gejala, dan mengarah kediagnos, mungkin gangguan tersebut akan berkembang pada asidosis Diabetes karena tidak adekuatnya produksi insulin, karbohidrat tidak dapat dipakai sebagai bahan bakar penghasil energi, kemudian lemak dimobilisir untuk energi yang proses oksidasinya tidak lengkap, akan menghasilkan ketone bodies (acetone, acid diacetid, oxybatyric acid) terjadi penumpukan keton bodies siap di ekskresi ke dalam urine, tetapi di dalam ekresi akan menyebabkan gangguan keseimbangan cairan yang menyebabkan acidosis dengan karakteristik.

GEJALA

Pada timbul dibetes mellitus ada rasa haus, penurunan berat badan, kencing banyak, lesu dan ngompol waktu malam. Gejala – gejala ini mampak selama beberapa minggu.

Ketoasidosis yang nampak pada anak harus diperlakukan sebagai keadaan gawat dan anak harus dirawat dirumah sakit.

Insulin komponen tunggal berisi porsin murni (misalnya Actrapid MC atau Leo Neutral) diberikan melalui infus pelan menggunakan pompa infus yang memberikan 2,5 atau 5 unit perjam secara teratur tergantung usia anak. NaCl 0,9 %
diberikan secara intravena sampai gula darah mendekati harga normal (11 mmo1/1) kemudian diganti dengan NaCl 0,45 % ditambah Dekstrosa 5 %. Natrium bikarbonat dan garam kalium ditambahkan bila perlu.

Pada penyembuhan secara bertahap diberikan diet yang sesuai tergantung usia anak. Insulin diberikan sesuai hasil pemeriksaan air kencing sebelum makan. Dalam waktu singkat anak makan seperti biasa dan dapat dimulai dengan insulin " long acting " sebagai pengobatan pemeliharaan.

Rapitard MC (Novo) 1 atau 2 kali sehari atau gabungan seperti :

Monotard MC (Novo) + Actrapid MC (Novo) pagi hari atau

Leo Retard + Leo Neutral pada pagi hari

Anak usia 6 tahun keatas dapat diajar memakai insulinnya dengan pengawasan ibunya. Tempat suntikan dipindah setiap hari dari depan / sisi lateral pada mengikuti pola tertentu. Mereka harus memeriksa air kencing mereka setengah jam sebelum makan. Kandung kencing harus dikosongkan setengah jam sebelum mendapatkan bahan pemeriksaan yang menggambarkan glukosa darah waktu itu.

Glukose merupakan sumberenergi utama untuk sel. Insulin merupakan fasilitas peningkatan glukosa intravaskuler melalui muskulus dari cell lemak, memfasititasi penyimpanan glukosa menjadi glikogen didalam liver dan sel muskulus dan secara tidak langsung mencegah metabolisme lemak, kekurangan insulin berperan penting terjadinya hyperglikemia karena glucosa intravascular tidak akan masuk ke dalam sel. Lever merespon kekurangan glukosa intraselluler melalui glukoncogenesis dan glyconolysis dan lebih lanjut akan memperberat hyperglikemia. Hyperglikemia menyebabkan diuresis osmotic yang berlanjut kehilangan cairan ekektrolit dan rata – rata akan terjadi dehidrasi.

Ketidakmampuan glukosa masuk ke sell, memacu katabolise di proses katabolisme tubuh menggunakan lemak dan protein sebagai energi dan walaupun intake makanan meningkat terjadi penurunan berat badan. Ketika lemak digunakan sebagai energi, liver merubah peningkatan lemak bebas didalam darah menjadi ketone bodies. Penumpukan sirkulasi akumulasi keton bodies akan mempengaruhi PH darah yang akan mempengaruhi ketoacidasi. Selama acidosis potassium (kalium) tubuh menurun secara signifikan. Tanda – tanda kenaikan aceton dan ketoacid ialah pernafasan berbau buah – buahan, kussmaul, nyeri abdominal, muntah. Saat terjadi muntah cairan banyak keluar dan terjadi gangguan keseimbangan dan diperlukan peningkatan intake, dan kondisi anak dapat lebih cepat memburuk.

Anak dengan diabetes dengan riwayat poliuri, polidipsi, poliphagia dan penurunan berat badan, banyak yang mengalami ketoacidosis. Anak dengan diabetes ketoacidosis dengan tanda – tanda klasik dan hyperglikemia (glokusa darah lebih dari 300 mg / dl), ketonemia, acidosis / PH < 7.30, bicarbnat < 15 mEq / 1, glucosuria, ketonuria.

Fokus treatment anak dengan diabetes keseimbangan metabolisme. Treatment jangka panjang berusaha untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan memberi tekanan tidak bergantung dan mengurangi efek psychososial. Treatment termasuk pendidikan anak dan keluarga untuk monitoring glukosa, pemberian insulin, diet, exercise, management, hyperglydemia dan hypoglikemia.

DIAGNOSIS

Hati – hati obsevasi gejala / tanda di dalam anggota keluarga yang mempunyai riwayat Diabetes, misalnya frekwensi BAK, rasa haus, kehilangan berat badan dan yang merupakan reseko tinggi diharapkan untuk secara rutin periksa, dengan finger stickglucose monitoring atau test glicosuria apabila level glukosa darah > 200 mg / dl atau glycosuria, dan adanya tanda poliuria dan penurunan berat badan, polipagia.

Walaupun test toleransi glukosa dapat menggambarkan Diabetes pada dewasa, tidak dapat digunakan untuk anak – anak. Test oral glukosa toleransi sering tidak cocok / mendapatkan sukses pada anak karena mereka memuntahkan glukosa padat / pekata yang seharusnya ditelan.

Treatment untuk anak diabetes melibatkan keluarga anak dan tim kesehatan (perawat, gizi, dokter). Setelah anak terdiagnosa Diabetes, untuk beberapa waktu akan masuk rumah sakit, sampai keadaan stabil dibawah supervisor. Untuk beberapa saat perawat harus memahami perasaan emosi klien.

Reaksi insulin yaitu shock. Hipoglikemia, karena kebanyakan insulin akan mengakibatkan kecepatan metabolisme glukosa di dalam tubuh, saat terjadi perubahan di dalam tubuh yang seharusnya dengan syarat, kesembronoan dalam diet, kesalahan dalam pengukuran insulin atau berlebihan exercise karena Diabetes pada anak mudah labil. Tanda hypoglikemia irritabilitas, diaphoresis, mengantuk, perubahan tingkat kesadaran. Tanda hyperglikemia : polipagia, poliuri, membran mucosa kering, letargi, perubahan tingkat kesadaran.

Pada anak – anak reaksi insulin sering terjadi lebih pagi, oleh karena itu dibutuhkan observasi lebih dini selama malam hari ( setiap 2 jam ). Oleh karena itu monitoring glukosa darah harus dilakukan lebih pagi khususnya bila di Rumah Sakit.

Teatment bila terjadi reaksi insulin, anak diberikan gula, permen, orenge juice atau salah produk yang digunakan untuk penanganan emergency lalu konsultasi dokter bila anak tidak dapat peroral, dapat diberikan glikogen subcutan untuk meningkatkan glukosa darah. Glukogon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pancreas, dimana peninggian kadar glukosa darah akan membebaskan insulin ( pada normalnya orang ) tetapi glukosa darah menurun statimulasi pembebasan glikogen. Pembebasan glukoge di dalam darah akan meningkatkan penghancuran glukogen dihati dan glukosa dihasilkan.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian :

Penurunan berat badan

Appetiti

Polydipsia

Dehidrasi

Irritablity

Kelemahan

Tinggi badan, berat badan

Kelembaban kulit

Turgor

Tanda – tanda vital

Kolekting urine spesimen

Gukosa darah meningkat

Perkembangan anak usia sekolah.

Psikososial :

Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu

Belajar bersaing dan koperatif dengan orang lain

Psikoseksual :

Berorentasi pada sosial, kelompok bermain

Mulai berkembang intelektual dan socsal

Intelektual :

Mulai berpikir logis, terarah, dapat mengelompokkan fakta –fakta berfikir abstrak

Mengatasi masalah secara nyata dan sistematis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. Resiko injuri berhubungan dengan kekurangan insulin
  2. Tidak efektifnya koping keluarga ; kompromi berhubungan dengan perawatan rumah dalam mencegah hypo dan hyperglikemia
  3. Ketakutan anak berhubungan dengan pemberian insulin
  4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari berhubungan dengan, penurunan produksi insulin
  5. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan sirkulasi / sensori
  6. Kecemasan anak / keluarga berhubungan dengan diagnosis diabetes dan komplikasi
  7. Gangguan selfesteem berhubungan dengan penyakit kronik dan ketergantungan insulin

    PERENCANAAN DAN IDENTIFIKASI OUT COME

    Tujuan secara garis besarnya adalah :

    Mencegah injuri dan infeksi

    Eliminir ketakutan saat pemberian insulin

    Maintenance nutrisi yang adekuat

    Self konsep yang positif

    Tidak bergantung

    Untuk keluarga menjaga agar anak tidak terjadi hipoglikemia, pemberian insulin nutrisi untuk anak

    Untuk anak agar dapat belajar merawat diabet supaya terhindar dari komplikasi.

    Mencegah injuri

    Monitoring level glukosa darah; 2 kali sehari, sebelum makan pagi dan makan malam

    Membantu expresikan perasaan ketakutan saat dilakukan test glukosa darah ( finger stick )

    Fase sekolah ; Industri à tertarik dengan informasi agar anak kooperatif

    Monitor tanda – tanda hiperglikemia

    Meningkatkan koping keluarga dalam manajemen hypoglikemia dan hyperglikemia

    Pendidikan / HE tentang tanda – tanda hypoglikemia dan hyperglikemia dan bagaimana penanganan seperlunya untuk mengatasi

    Cara penanganan apabila gula darah < 60 mg/dl, juice, gula, soda non diet, apabila glukosa tidak dicek beri karbohidrat simple apabila ada tanda hipoglikemia

    Apabila anak mendapat therapi glukagon atau dextrose dari dokter, ajari bagaimana pemberian glukagon secara intra muscular

    Anjurkan anak membawa bekal dan dimakan apabila ada tanda – tanda hipoglikemia (bekalnya karbohidrat complex misalnya cake, crakers, roti, kacang dan sebagainya )

    Catat pola terjadinya hipoglikemia dan buat jadwal rencana pengambilan keputusan agar tidak terjadi hipoglikemia

    Apabila anak mengalami sakit ( panas, infeksi, muntah, mual, tidak mau makan ) hubungi dokter

    Ajari cara pemberian insulin secara subcutan

    Memastikan tepat dan adekuatnya nutrisi

    Melibatkan anak dalam rencana pemberian nutrisi

    Membantu anak agar ikut terlibat dalam program diet

    Apabila anak akan pulang terlambat untuk makan siamg dianjurkan membawa makanan karbohidrat komplek

    Anjurkan anak agar dapat bagaimana mengatasi makan di sekolah dan lingkungan sosial

    Mencegah infeksi dan kerusakan kulit

    Ajarkan cara mengobservasi, tentukan kulit setiap hari ( setelah mandi ) biasanya yang mudah mengalami kerusakan pada lipatan – lipatan ( axilla, paha )

    Perhatikan penggunaan sepatu yang baik

    Observasi kedua kaki untuk pecah –pecah, potong kuku sesuai garis, gunakan kaos kaki yang bersih dan jangan tidak menggunakan pengalas kaki

    Infeksi yang sering adalah sistem urinary dan sistem respirasi atas ajarkan mengenal tanda – tanda infeksi urinary ; gatal, rasa panas pada sistem urinary bila terjadi hubungi dokter

    Mengurangi kecemasan anak dan keluarga

    Anjurkan kepada anak dan keluarga untuk mengungkapkan perasaannya ( rasa bersalah, marah, penolakan )

    Anjurkan banyak membaca untuk menambah pemahaman tentang penyakitnya

    Berikan informasi yang jujur dan jelas

    Meningkatkan self care dan self esteem yang positif

    Anjurkan untuk saling mengunjungi antar anak yang sakit

    Menjelaskan bahwa anak diabetes dapat melakukan aktifitas yang sama seperti anak lainnya

    EVALUASI

    Anak tidak mendapat injuri

    Anak dan keluarga dapat menunjukkan cara penanganan hypoglikemia dan hyperglikemia

    Anak dan keluarga dapat menunjukkan cara pemberian insulin

    Anak dan keluarga dapat menunjukkan nutrisi yang dibutuhkan

    Anak tidak mendapatkan kulit yang rusak atau infeksi

    Anak dan keluarga dapat menunjukkan perawatan dirumah untuk jangka panjang

    Anak dan keluarga dapat menunjukkan sikap positif didalam segala kondisi

     

    KEPUSTAKAAN

    Dr. Sidhartani Zain. (1981), Ilmu Kesehatan Anak Untuk Perawat, Ikip Semarang, Semarang.


     

    Dr. Sidhartani Zain. (1991), Penatalaksanaan Kegawatan Neonatus, Universitas Diponegoro Semarang, Semarang.


     

    Marilynn. E. Doenges, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

Jumat, 05 Maret 2010

Proposal KKN

  1. JUDUL

    PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MENGENAI PENTINGNYA MENCUCI TANGAN UNTUK KESEHATAN SEBELUM DAN SESUDAH MELAKUKAN SESUATU PEKERJAAN DI KECAMATAN CIDAUN KEBUPATEN CIANJUR PROVISI JAWA BARAT


     

  2. LATAR BELAKANG


     

    Kuliah Kerja Nyata (KKN) merupakan wadah bagi mahasiswa dalam menerapkan ilmu – ilmu yang diperoleh dari Perguruan Tinggi di masyarakat. Pelaksanaan KKN sebagai wahana pengabdian masyarakat diharapkan juga dapat mengembangkan kemampuan praktis mahasiswa dalam menyerap keahlian yang ada dimasyarakat. Sehingga KKN diharapkan mampu membantu menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada.


     

    Keperawatan kesehatan masyarakat merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan ilmiah atau praktek keperawatan professional, dilaksanakan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang langsung diberikan kepada komunitas sebagai upaya untuk mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi komunitas dengan mengacu pada standar professional keperawatan serta kode etik keperawatan sebagai tuntutan utama (Husein, 2003). Sesuai dengan hakekat dari perguruan tinggi yang menjadi acuan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung, dimana harus melaksanakan Tri Dharma perguruan tinggi yaiu melaksanakan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat disamping itu memberikan bekal pengalaman belajar pada situasi nyata di suatu wilayah bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung.


     

    Pelaksanaan keperawatan kesehatan masyarakat merupakan salah satu kegiatan pokok puskesmas. Keperawatan kesehatan masyarakat merupakan system dari pelayanan kesehatan masyarakat, dimana kesehatan keperawatan masyarakat merupakan system dari konsep keperawatan dengan konsep kesehatan masyarakat yang didukung oleh ilmu-ilmu lain. Proses keperawatan adalah suatu kerangka operasional dalam pelaksanaan asuhan keperawatan berupa rangkaian kegiatan secara sistematis sehingga indivdu atau kelompok mampu mandiri dalam mengatasi masalah kesehatannya.


     

    Derajat kesehatan masyarakat sangat di tunjang oleh perilaku masyarakat. Ini merupakan bagian dari program pemerintah yang telah berlangsung selama ini yaitu PHBS. Namun pelaksanaannya masih belum optimal. Oleh karena itu program ini harus dimunculkan lagi melalui pemberdaayaan mansyarakat mengenai pentingnya mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan sesuatu pekerjaan.


     

    Ini sangat berpengaruh pada kesehatan masyarakat itu sendiri. Program ini akan bekerjasama dengan PUSKESMAS setempat. Kegiatan program ini diperuntukkan untuk anak-anak usia dini dan juga orang dewasa untuk pembentukkan kebiasaan yang positif sehingga tingkat derajat kesehatan masyarakatpun dapat meningkat.


     

    Adapun program pengabdian kepada masyarakat ini merupakan suatu program akhir bagi mahasiswa yang akan menyelesaikan tahap akademik di Se6.kolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung sehingga ilmu yang didapat di lingkup akademik akan digunakan untuk membantu masyarakat dengan berfokus pada pengembangan potensi keluarga di daerah lain.


     

  3. TUJUAN
    1. Tujuan Umum

      Setelah mengikuti kegiatan program ini, masyarakat di kecamatan Cidaun kebupaten Cianjur mampu mengerti, memahami dan dapat mempraktekan tentang cara mencuci tangan yang benar dan sehat dan menjadikannya kebiasaannya setiap hari sehingga derajat keshatannyapun dapat meningkat

    2. Tujuan Instruksional Khusus

      Setelah mengikuti kegiatan program ini selama 30 menit tentang cara mencuci tangan yang benar dan sehat, masyarakat mampu :

      1. Menjelaskan pengertian mencuci tangan

      2. Menyebutkan tujuan mencuci tangn

      3. Menjelaskan kapan waktu mencuci tangan

      4. Menyebutkan alat-alat yang diperlukan dalam mencuci tangan

      5. Mendemonstrasikan cara mencuci tangan yang benar dan sehat

      6. Menjadikannya kebiasaan setiap hari


       

  4. AKTIFITAS
    1. Melakukan penyuluhan dan menjelaskan mengenai cuci tangan yang benar
    2. Menjelaskan tentang penyakit-penyakit yang timbul kalau tidak cuci tangan dengan baik dan benar
    3. Menjelaskan manfaatnya
    4. Mempraktekkan cara cuci tangan yang baik dan benar
    5. Menpengaruhi masyarakat
    6. Mengontrol hasil dari penyuluhan dan memberdayakan masyarakat agar dapat menjadikannya kebiasaan.
    7. Membagikan sabun sebagai awal untuk membiasakan diri untuk cuci tangan
    8. Membuat sumber air bersih untuk cuci tangan


       

      Metode yang akan digunakan dalam kegiatan ini adalah

      1. Ceramah
      2. Tanya Jawab
      3. Demonstrasi
      4. Gotong royong
  5. METODE PELAKSANAAN PROGRAM
    1. Persiapan

      Yaitu perizinan dan perencanaan kegiatan KKN

    2. Pelaksanaan

      Yaitu dengan mengadakan rapat koordinasi, dan pembuatan kelengkapan administrasi.

      Penyuluhan dan pembuatan sumber air bersih untuk cuci tangan

    3. Evaluasi Program

      Pembenahan akhir dan pemantauan pelaksanaan tugas yang telah dilaksanakan

    4. Penyusunan laporan

      Pembuatan laporan sebagai rekomendasi dari kegiatan yang telah dilaksanakan

  6. PENGORGANISASIAN
    1. Eben Marnatha Zalukhu

      Ketua

    2. Dona Anggraini

      Wakil ketua


       

    3. Natalia

      Moderator

    4. Valentina Dwi Henry

      Peralatan

    5. Mawar Cristina

      Sie Konsumsi

    6. Steffy Yolanda

      Humas

    7. Margaret

      observer

    8. Denny A J

      Keamanan


       

  7. PENDANAAN

    Pemasukan

    1. Dana dari stiki
    2. Dana dari mahasiswa

    Pengeluaran

    1. Fotokopi leaflet 200 eks @150     Rp. 30.000
    2. Kertas foto 1 rim @ 30.00    Rp. 30.000
    3. Ember 4 buah @ 15.000    Rp. 60.000    
    4. Gayung 4 buah @7.000    Rp. 28.000
    5. Sabun Lifeboy 200 buah @ 2.000    Rp. 400.000
    6. Pembuatan sumber air bersih 1 buah
    7. Semen 1 sak @ 50.000    Rp. 50.000
    8. Pasir 1 kubik @ 60.000    Rp. 60.000
    9. Pipa 20 meter @ 15.000    Rp. 300.000
    10. Drak pipa dan sejenisnya 10 buah @2.500    Rp. 25.000
    11. Lem pipa 1 buah @ 7500    Rp. 7.500
    12. Solasi pipa 2 bauh @ 3000    Rp. 60.000
    13. Kran 4 buah @ 5000    Rp. 20.000

      Konsumsi

    14. Air 5 kotak @ 30.000    Rp. 150.000
    15. Snack 200 @ 5.000    Rp. 1.000.000

Total :     Rp. 2.220.500

  1. PENUTUP

Demikian proposal ini kami buat untuk dapat disetujui dan digunakan sebagaimana mestinya. Akhirnya, semoga apa yang kami rencanakan dapat membawa manfaat bagi banyak pihak.


 


 

Bandung .........april 2010

Dosen Pembimbing                 Koordinator KKN


 


 


 


             


 


 


 

Menyetujui,

Ketua Pusat Pengembangan Dan Pengelolaan

Kuliah Kerja Nyata