Selasa, 12 Oktober 2010

Asuransi Kesehatan dan Manage Care

Asuransi Kesehatan dan Manage Care

2.1. Asuransi Kesehatan
Asuransi kesehatan adalah sebuah jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan. Secara garis besar ada dua jenis perawatan yang ditawarkan perusahaan-perusahaan asuransi, yaitu rawat inap (in-patient treatment) dan rawat jalan (out-patient treatment). WHO didalam The World Health Report 2000 - Health Systems: improving pervormance juga merekomendasikan untuk mengembangkan sistem pembiayaan secara pre payment, baik dalam bentuk asuransi, tax, maupun social security.Asuransi kesehatan telah mengalami perkembangan secara substansial, baik dari sifatnya (wajib/sukarela; social/social-regulated/commercial), jenis pertanggungan (accident/sickness/disability/accidental death & dismemberment/hospitalization & surgery/special sicness), kepesertaan (group/individu), maupun sifat asuransi (conventional/managed care).

Asuransi kesehatan yang paling mutakhir adalah managed care, dimana sistem pembiayaan dikelola secara terintegrasi dengan sistem pelayanan. Asuransi Kesehatan dengan model managed care ini mulai dikembangkan di Amerika. Hal ini timbul oleh karena dengan sistem pembiayaan kesehatan yang lama inflasi biaya kesehatan terus meningkat jauh diatas inflasi rata-rata, sehingga digali model lain untuk mengatasi peningkatan biaya kesehatan.

2.2 Asuransi Kesehatan Konvensional
a. Pengertian
Asuransi kesehatan konvensional atau yang biasa juga dikenal sebagai asuransi kesehatan tradisional adalah salah satu bentuk produksi asuransi kesehatan dengan pembayaran premi berdasarkan community rating yaitu cara perhitungan premi sehingga semua anggota di dalam kelompok membayar premi yang sama berdasarkan karakteristik risiko kelompok, misalnya usia atau masalah kesehatan.

b. Ciri-ciri asuransi kesehatan konvensional
Asuransi kesehatan konvensional mempunyai ciri sebagai berikut :
1) Peserta dapat memilih penyelenggara pelayanan kesehatan yang diinginkan.
2) Tidak terikat lokasi, karena tidak ada konsep wilayah.
3) Kepuasan peserta tinggi, karena sesuai dengan pilihannya walaupun mungkin terjadi kepuasan semu karena sifatnya sangat subyektif.
4) Mutu pelayanan yang diberikan menjadi risiko peserta.
5) Cakupan risiko tidak komprehensif.
6) Sasaran adalah masyarakat menengah ke atas.
7) Moral hazard baik bagi peserta maupun penyelenggara pelayanan kesehatan tinggi karena konsumsi dari pemberi pelayanan (supply) melebihi kebutuhannya.
8) Dengan demikian biaya relatif mahal karena tidak ada pengawasan terhadap provider maupun konsumen.
9) Akibatnya inflasi biaya tinggi.
10) Administrasi klaim lebih sulit karena berbagai ragam formulir, aturan, prosedur dari masing masing penyelenggara pelayanan kesehatan.
11) Konsumen yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup (ignorance) menjadi tidak terlindungi.

2.3 Asuransi kesehatan Managed Care
a. Pengertian
Managed Care adalah suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang disusun berdasarkan jumlah anggota yang terdaftar dengan kontrol mulai dari perencanaan pelayanan serta meliputi ketentuan :
1) Ada kontrak dengan penyelenggara pelayanan kesehatan untuk pelayanan yang komprehensif.
2) Penekanan agar peserta tetap sehat sehingga utilisasi berkurang.
3) Unit layanan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan.
4) Ada program peningkatan mutu layanan.

Managed care adalah suatu sistem dimana pelayanan kesehatan terlaksana secara terintegrasi dengan sistem pembiayaan, yang mempunyai 5 elemen sebagai berikut:
1) Penyelenggaraan pelayanan oleh provider tertentu (selected provider).
2) Ada kriteria khusus untuk penetapan provider
3) Mempunyai program pengawasan mutu dan manajemen utilisasi
4) Penekanan pada upaya promotive dan preventive
5) Ada financial insentive bagi peserta yang melaksanakan pelayanan sesuai prosedur

Pelaksanaan integrasi pembiayaan dan pelayanan kesehatan tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Membuat kesepakatan dengan Penyedia Pelayanan Kesehatan untuk melaksanakan serangkaian jasa pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi seluruh tertanggung.
2) Membuat standar dalam seleksi Pemberi Pelayanan Kesehatan
3) Penekanan pada hal yang bersifat preventive, sehingga meminimalisir pengobatan pada tingkat lanjut yang berbiaya tinggi.
4) Pemberian insentif bagi Penyedia Pelayanan Kesehatan untuk turut serta mengendalikan biaya dan agar memberikan pelayanan medis yang tidak overtreatment.

b. Ciri-ciri Managed Care
Ada beberapa ciri Managed Care yaitu :
1) Kontrol utilisasi yang ketat sesuai mekanisme kontrak.
2) Monitoring dan kontrol pelayanan yang diberikan.
3) Memakai dokter umum dan tenaga medik lainnya untuk mengelola
4) pasien.
5) Menciptakan layanan kesehatan yang sesuai dengan standar yang
6) ditetapkan.
7) Ada program perbaikan kualitas.
8) Sistem reimburse yang membuat sarana pelayanan kesehatan (dokter,
9) puskesmas, rumah sakit dll) dapat mempertanggungjawabkan biaya
10) dan kualitas layanan kesehatan.

c. Faktor utama dalam managed care.
Faktor-faktor dalam managed care, antara lain :
1) Mengelola pembiayaan dan pemberian jasa pelayanan kesehatan.
2) Menggunakan teknik kendali biaya.
3) Membagi risiko keuangan antara provider dan badan asuransi.

d. Bentuk-bentuk Managed Care :
1) HMO (Health Maintanance Organization).
HMO adalah satu bentuk managed care yang mempunyai ciri sebagai berikut :
a) Pembayaran premi didasarkan pada perhitungan kapitasi. Kapitasi adalah pembayaran terhadap penyelenggara pelayanan kesehatan berdasarkan jumlah sasaran anggota, biasanya didasarkan atas konsep wilayah dan bukan berdasarkan jumlah pelayanan yang diberikan.
b) Terikat pada lokasi tertentu.
c) Pembayaran out of pocket sangat minimal.
d) HMO merupakan badan penyelenggara merangkap sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan sehingga kontrol lebih baik dan mengurangi utilisasi yang berlebihan. Kedua, HMO mengontrol penyelenggara pelayanan kesehatan.
e) Pilihan PPK terbatas, perlu waktu untuk menukar PPK.
f) Ada pembagian risiko dengan PPK.
g) Kendali biaya dan pemanfaatan tinggi.
h) Ada kemungkinan mutu pelayanan rendah.

Ada beberapa tipe HMO, yaitu :
1. Staff-model yaitu dokter secara langsung menjadi pegawai HMO dan diberikan imbalan dengan sistem gaji.
2. Group-model yaitu HMO mengontrak dokter secara kelompok dan biasanya didasarkan atas kapitasi.
3. Network-model yaitu HMO mengontrak lebih dari satu grup dokter.
4. Individual Practice Assosiation (IPA) yaitu HMO mengontrak sejumlah
5. dokter dari beberapa jenis praktek dan biasanya didasarkan pada fee for service.
2) PPO (Preferred Provider Organization) dan POS (Point of Service).
Merupakan bentuk managed care yang memberikan pilihan PPK yang lebih luas kepada konsumen yaitu provider yang termasuk dalam jaringan dan provider yang tidak termasuk dalam jaringan pelayanan sehingga harus dibayar penuh.
Ciri-cirinya sebagai berikut :
a) Pelayanan bersifat komprehensif.
b) Kebebasan memilih PPK.
c) Insentif untuk menggunakan PPK murah.
d) Pembayaran PPK berdsarkan fee for service dengan potongan harga.
e) Pengeluaran out of pocket sedang.
f) Inflasi biaya relatif masih tinggi.
g) Ada kendali utilitas dan mutu.
h) Tumbuh paling cepat.

e. Pelayanan-pelayanan yang diberikan dalam Manage Care ,sebagai berikut :
1) Pelayanan Tingkat Primer
Rawat jalan oleh dokter umum / keluarga, dokter gigi, bidan praktek, klinik dan puskesmas.
2) Pelayanan Tingkat Sekunder
Rawat jalan spesialistik di klinik spesialis, dokter praktek spesialis atau rumah sakit.
3) Pelayanan Tingkat Tersier
Rawat inap spesialistik di rumah sakit
4) Upaya promotif
a. penyuluhan kesehatan
b. perbaikan gizi
2.4 Perbedaan fundamental antara asuransi kesehatan tradisional dengan managed care adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Perbedaan fundamental antara asuransi kesehatan tradisional dengan managed care
Tradisional Managed Care
Benefit terbatas menyeluruh
Provider bebas tertentu/selected
Fungsi pelayanan & pembiayaan terpisah Terintegrasi
Risiko Finansial ditanggung sendiri oleh perusahaan asuransi ditanggung bersama dengan provider
Sistem pembayaran provider FFS negosiasi, prepayment (kapitasi, budget system)
Financial incentive untuk pengendalian biaya -/sedikit +
Pengendalian mutu Tidak terlibat terlibat

Asuransi dengan sistem managed care menunjukkan bahwa semua pihak terkait dibuktikan dengan badan pengelola dana (perusahaan asuransi) tidak hanya berperan sebagai juru bayar, sebagaimana berlaku pada asuransi tradisional, tapi ikut berperan dalam dua hal penting, yaitu pengawasan mutu pelayanan (quality control) dan pengendalian biaya (cost containment).

Tabel 2. Perbedaan Asuransi Konvensional dan Managed Care.
Managed Care Konvensional
1. Tujuan : meningkatkan status kesehatan 1. Tujuan : menghindari kerugian

2. Menggunakan community rating yaitu risiko dihitung berdasarkan data community 2. Cara penentuan premi dengan
experience rating yaitu risiko
dihitung dengan memakai data
biologis individu. Orang risiko
tinggi akan membayar lebih mahal
3. Ada cost containment 3. Tidak ada cost containment
4. Ada manajemen utilisasi
4. Tidak ada manajemen utilisasi
5. Risk sharing 5. Risk transfer
6. Komprehensif. 6. Risiko terpilih
DAFTAR PUSTAKA

Asuransi Kesehatan Managed Care Written by Administrator Thursday, 04 February 2010 23:02
Peran Asuransi Kesehatan dalam Benchmarking Rumah Sakit Oleh Orie Andari (Direktur Utama PT Asuransi Kesehatan Indonesia) Senin, 26 Feb 2001 10:11:40
http://id.wikipedia.org/wiki/Asuransi_kesehatan, Sabtu 2 Oktober 2010 Pukul 12.15
http://www.pdpersi.co.id/?show=detailnews&kode=540&tbl=artikel Sabtu 2 Oktober 2010 Pukul 12.30
http://www.inhealth.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=56&Itemid=61 Sabtu 2 Oktober 2010 Pukul 12.30

JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Peran serta masyarakat adalah syarat mutlak bagi keberhasilan, kelangsungan dan kemandirian pembangunan, termasuk pembangunan di bidang kesehatan. Peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan diwujudkan antara lain dengan menjalankan cara “hidup sehat”, penyelenggara pelbagai upaya/ pelayanan kesehatan dan dalam membiayai pemeliharaan kesehatan.
Peran serta masyarakat (termasuk swasta) dalam pembiayaan pemeliharaan kesehatan terlaksana antara lain dengan bentuk (1) Pengeluaran biaya langsung untuk kesehatan , (2) Dana sehat yakni pengumpulan dana masyarakat untuk kesehatan berlandaskan semangat gotong royong berazaskan usaha bersama dan kekeluargaan yang telah dikenal sejak tahun 1970-an di banyak desa, (3) Asuransi sosial di bidang kesehatan antara lain program PT. Askes dan program JPK Jamsostek serta PT.Jasa Raharja yang pendanaannya berasal dari iuran wajib para peserta berdasarkan Undang-undang, dan (4) Pelbagai bentuk pembiayan ksehatan pra-upaya swasta, yang sedang berkembang di Indonesia.
Peran masyarakat yang cukup besar dalam pembiayaan kesehatan ini masih perludi dodorong agar dikelola dengan lebih efektif dan efisien, karena ¾ nya masih berupa pengeluaran biaya langsung yang tidak terencana dan masih merupakan beban perorangan yang belum diringankan dengan usaha bersama dan kekeluargaan. Sementara itu, keberhasilan pembangunan selama PJP I telah membawa Indonesia kepada beberapa tantangan baru, yaitu :
1. perubahan demografi dengan meningkatnya penduduk usia kerja dan usia lanjut,
2. perubahan sosio-ekonomi dengan meningkatnya industrialisasi, pendapatan perkapita dan tuntutan terhadap mutu pelayanan masyarakat,
3. perubahan pola penyakit dengan meningkatnya penyakit tidak menular, gangguan akibat kemunduran fungsi tubuh, keganasan dan sebagainya, serta
4. perkembangan iptek di bidang kesehatanyang disamping memberikan manfaat yang besar bagib kesehatan,juga cenderung menjadikan pelayanan kesehatan lebih canggih dan mahal.
Selain menimbulkan beban ganda bagi pembangunan kesehatan, pelbagai perubahan tersebut juga akan meningkatkan pembiayaan kesehatan, yang bila tidak dikendalikan dapat menghambat pemerataan dan peningkatan mutu upaya kesehatan; sehingga dapat menghambat tercapainya peningkatan derajat kesehatan dan produktivitas bangsa. Sering dikemukakan bahwa pelayanan kesehatan akan dapat lebih bermutu dan lebih merata kalau tersedia cukup dana untuk meningkatkannya. Namun yang acapkali terjadi adalah bahwa penambahan dana malah menaikkan biaya kesehatan bila sitem kesehatannya tidak dikelola untuk mencegah terjadinya inefisiensi penggunaan dana. Lagi pula sitem pelayanan kesehatan yang inefisienitu, akan selalu menghabiskan dana yang ada, berapapun penambahannya.
Pengalaman itu mengajarkan bahwa perbaikan dalam sistem pemeliharaan kesehatan kepada masyarakat, memerlukan perubahan dan peningkatan sekaligus serta serentak atas tiga hal, sebagai berikut:
1. perbaikan sistem pelayanan kesehatan, sehingga pelaksanaannya menjadi lebih efisien, lebih efektif dan lebih bermutu.
2. perbaikan sistem pembiayaan kesehatan berdasarkan dana pra-upaya sedemikian rupa, sehingga pengelolaannya lebih rasional.
3. peningkatan peranserta masyarakat, sehingga pemeliharaan kesehatan dirasakan sebagai tanggung jawab dan usaha bersama. Upaya pemeliharaan kesehatan dapat membawa hasil yang diharapkan, bila diberikan penekanan yang sama kepada ketiga hal tersebut secara serentak dan sekaligus.
Dengan demikian, harus dikembangkan suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang merangkum ke tiga hal tersebut dan diarahkan pada:
1. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan agar dapat secara efektif dan efisien dan efisien meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
2. Pengendalian biaya, agar pelayanan kesehatan dapat lebih terjangkau oleh setiap orang.
3. Pemeratan upaya kesehatan dengan peranserta masyarakat, agar setiap orang dapat menikmati hidup sehat.
Pengendalian biaya umpamanya jangan menyebabkan mutu dan pemerataan menurun. Usaha meningkatkan mutu tidak perlu berarti biaya menjadi tidak terjangkau. Begitu pula, peningkatan pemerataan jangan mengakibatkan mutu menurun. Cara pengendalian terpadu terhadap ke tiga hal inilah yang kemudian dirumuskan sebagai JPKM. Sebenarnya dalam setiap upaya pembangunan kesehatan, hal-hal ini perlu Untuk menjamin meningkatkanya derajat kesehatan masyarakat melalui pemerataan dan peningkatan mutu upaya kesehatan serta pengendalian pembiayaan kesehatan di masa yang penuh tantangan ini, UU no.23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah menggariskan JPKM sebagai suatu “cara penyelenggaraan” pemeliharaan kesehatan yang terpadu dengan pembiayaannya.
JPKM juga merupakan cara pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan sebagai suatu usaha bersama guna mengefektifitaskan dan mengefisienkan pembiayaan yang sebagian besar kurang lebih 70% sudah berasal dari masyarakat. Jadi,pengembangan JPKM sejalan dengan kebijakan untuk menungkatkan peranserta masyarakat dalam upaya penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dengan lebih memusatakan peran pemerintah untuk mengatur,membina dan menciptakan iklim yang semakin mendiorong peningkatan peran serta masyarakat itu.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu memahami dan mengaplikasikan JPKM sesuai standar prosedur yang berlaku untuk kesejahteraan masyarakat.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan kami membuat makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.2.1 Memahami konsep dasar JPKM, serta bagaimana cara penggunaan dari JPKM.
1.2.2.2 Mampu mengaplikasikan dan mengembangkan JPKM.

1.3 Tinjauan Literatur
Dalam makalah ini, kami menggunakan beberapa teknik perngumpulan data, seperti :
1.3.1 Studi perpustakaan, merupakan cara pengambilan data dengan mengumpulkan data-data yang bersumber dari literatur - literatur atau buku – buku penunjang.
1.3.2 Internet, merupakan cara pengambilan data dengan mengumpulkan data - data yang bersumber dari media internet atau global.

1.4 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Memuat tentang latar belakang penulisan, tujuan penulisan, tinjauan literatur dan pengumpulan data serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORI
Bab ini berisikan tentang pengertian JPKM, manfaat JPKM, tujuan JPKM, sasaran JPKM, syarat menjadi peserta JPKM, hak dan kewajiban bagi peserta JPKM.

BAB III : PENUTUP
Berisikan tentang kesimpulan dari semua teori yang telah disusun.

DAFTAR PUSTAKA
Berisikan tentang sumber sumber literatur berdasarkan buku, dan internet.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
JPKM merupakan model jaminan kesehatan pra-bayar yang mutunya terjaga dan biayanya terkendali, JPKM dikelola oleh suatu badan penyelenggara ( bapel ) dengan menerapkan jaga mutu dan kendali biaya. Masyarakat yang ingin menjadi peserta/anggota mendaftarkan diri dalam kelompok-kelompok ke bapel dengan membayar iuran di muka. Peserta akan memperoleh pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai ujung tombak, yang memenuhi kebutuhan utama kesehatannya dengan mutu terjaga dan biaya terjangkau.

Pemberi pelayanan kesehatan ( PPK ) adalah bagian dari jaringan pelayanan kesehatan yang dikontrak dan dibayar praupaya di muka oleh bapel, sehingga terdorong untuk memberikan pelayanan paripurna yang terjaga mutu dan terkendali biayanya. Jaringan pelayanan berjenjang terdiri atas :
1. Pemberi pelayanan tingkat pertama (PPK-1) dapat berupa dokter umum atau dokter keluarga, dokter gigi, bidan praktek, puskesmas, balkesmas, maupun klinik yang dikontrak oleh bapel JPKM yang bersangkutan. Selanjutnya bila diperlukan akan dirujuk ke tingkat sekunder.
2. Sekunder (PPK-2), yakni praktek dokter spesialis, kemudian dapat dilanjutkan ke tingkat tertier .
3. Tertier ( PPK-3 ) yaitu pelayanan spesialistik di rumah sakit untuk pemeriksaan atau rawat inap.

Masyarakat memerlukan jaminan pemeliharaan kesehatan yang dibiayai dengan iuran bersama, karena :
1. Biaya pemeliharaan kesehatan cenderung makin mahal seiring dengan perkembangan iptek dan pola penyakit degeneratif akibat penduduk yang menua.
2. Pemeliharaan kesehatan memerlukan dana yang berkesinambungan.
3. Tidak setiap orang mampu membiayai pemeliharaan kesehatannya sendiri, Sakit dan musibah dapat datang secara tiba-tiba.
4. Pembiayaan pemeliharaan kesehatan yang dilakukan secara sendiri-sendiri cenderung lebih mahal dan tidak menjamin terpeliharanya kesehatan karena bersifat kuratif semata.
5. Beban biaya perorangan dalam pemeliharaan kesehatan menjadi lebih ringan bila ditanggung bersama. Dana dari iuran bersama yang terkumpul pada JPKM dapat menjamin pemeliharaan kesehatan peserta.

Para pelaku jaminan kesehatan prabayar yang berdasarkan JPKM :
1. Peserta
Peserta yang mendaftarkan diri dalam satuan keluarga, kelompok atau unit organisasi, dengan membayar kepada bapel sejumlah iuran tertentu secara teratur untuk membiayai pemeliharaan kesehatannya.
2. Pemberi Pelayanan Kesehatan ( PPK )
PPK merupakan bagian dari jaringan pelayanan kesehatan terorganisir untuk memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang secara efektif dan efisien.
3. Badan Penyelenggara JPKM ( Bapel JPKM )
Bapel JPKM sebagai badan hukum yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan JPKM secara profesional menerapkan trias manajemen, meliputi manajemen kepesertaan, keuangan dan pemeliharaan kesehatan.
4. Pemerintah
Pemerintah sebagai (badan), pembina yang melaksanakan, fungsi untuk mengembangkan, membina dan mendorong penyelenggaraan JPKM.

Di antara ke empat pelaku tersebut terjadi hubungan yang saling menguntungkan dan berlaku penerapan jurus-jurus kendali biaya, kendali mutu pelayanan dan pemenuhan kebutuhan medis para peserta : dalam bentuk pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang.

Gambar 1. penjelasan pelaku jaminan kesehatan prabayar


Premi iuran Pembayaran
Ikatan kerja / kontrak Pra-upaya
Siklus jaga mutu
Pemantauan utilisasi
Penanganan keluhan


B. Manfaat JPKM
1. Manfaat bagi Masyarakat :
a. Masyarakat memperoleh pelayanan paripurna ( preventive, Promotive, Kuratif, rehabilitatif ) dan bermutu.
b. Masyarakat mengeluarkan biaya yang ringan untuk kesehatan, karena azas usaha bersama dan kekeluargaan. JPKM memungkinkan terjadinya subsidi silang, dimana yang sehat membantu yang sakit, yang muda membantu yang tua/balita dan yang kaya membantu yang miskin.
c. Masyarakat terlindung/terjamin dalam memperoleh pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan utamanya.
d. Terjaminnya pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat.

2. Manfaat bagi PPK :
a. PPK dapat merencanakan pelayanan kesehatan yang lebih efisien dan efektif bagi peserta karena ditunjang sistem pembayaran dimuka (praupaya).
b. PPK akan memperoleh balas jasa yang makin besar dengan makin terpeliharanya kesehatan peserta (konsumen).
c. PPK dapat lebih meningkatkan prefesionalisme, kepuasan kerja dan mutu pelayanan.
d. Sarana pelayanan tingkat primer, sekunder dan tertier, yang selama ini menerapkan tarif wajar akan mendapat pasokan dana lebih banyak apabila masyarakat telah ber JPKM dari tarif yang diberlakukan dalam JPKM.
e. Sarana Pelayanan (terutama pada tingkat ke tiga) yang selama ini sudah mahal memang akan mengalami penurunan pasokan dana dari jasa pelayanan karena efisiensi dalam JPKM.

3. Manfaat bagi dunia usaha :
a. Pemeliharaan kesehatan karyawan dapat terlaksana secara lebih efisien dan efektif
b. Biaya pelayanan kesehatan dapat direncanakan secara tepat.
c. Pembiayaan untuk pelayanan menjadi lebih efisien karena penerangan system pembayaran pra-upaya bagi jasa pelayanan kesehatan , dibandingkan dengan sistem klaim , ganti rugi atau Fee For service ( balas jasa pasca pelayanan ).
d. Terjaminnya kesehatan karyawan yang pada gilirannya mendorong peningkatan produktivitas.
e. Merupakan komoditi baru yang menjanjikan bagi dunia usaha yang akan menjadi Bapel.

4. Manfaat bagi Pemerintah / Pemda :
a. Pemda memperoleh masyarakat yang sehat dan produktif dengan biaya yang berasal dari masyarakat sendiri.
b. Subsidi pemerintah dapat dialokasikan kepada yang lebih memerlukan , utamanya bagi masyarakat miskin, Pembayaran pra-upaya dalam JPKM memakai perhitungan non subsidi, sehingga pemda dapat menyesuaikan tarif bagi masyarakat mampu.
c. Pengeluaran pemda untuk membiayai bidang kesehatan dapat lebih efisien.

C. Tujuan JPKM
JPKM bertujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui :
1. Jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai kebutuhan utama peserta yang berkesinambungan.
2. Pelayanan kesehatan paripurna yang lebih bermutu dengan biaya yang hemat dan terkendali
3. Pengembangan kemandirian masyarakat dalam membiayai pelayanan kesehatan yang diperlukannya.
4. Pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat.

D. Sasaran JPKM
1. Karyawan perusahaan atau dunia usaha.
2. Seluruh anggota keluarga atau masyarakat.
3. Pelajar dan mahasiswa.
4. Organisasi sosial dan kemasyarakatan.

E. Cara menjadi peserta JPKM
1. Untuk menjadi peserta JPKM, sebaiknya dilakukan secara berkelompok untuk membangun solidaritas dan memudahkan administrasi dengan daya tawar yang tinggi.

2. Anggota suatu organisasi (perusahaan, sekolah/perguruan tinggi, kelompok pedagang, organisasi kemasyarakatan,organisasi kepemudaan, dll) dapat menjadi peserta secara berkelompok dengan menghubungi Bapel JPKM terdekat.
3. Calon peserta wajib mengisi formulir isian dengan jujur dan jelas.
4. Anggota JPKM membayar sejumlah iuran yang besarnya disepakati bersama atau disepakati antara Bapel dan Calon peserta melalui kelompoknya.
5. Setiap peserta JPKM akan mendapatkan kartu identitas JPKM yang akan berlaku selama masa yang disepakati.
6. Dengan menunjukkan kartu identitas JPKM tersebut, peserta dapat memeriksakan diri dan mendapat perawatan (jika dianggap perlu) sesuai dengan ketentuan di tempat-tempat Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) yang telah dikontrak oleh Bapel JPKM.
7. Setiap anggota JPKM harus dapat mengerti dan memahami hak dan kewajibannya sebagai peserta JPKM.

F. Hak dan Kewajiban peserta JPKM
1. Hak Peserta :
a. Memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan paripurna yang berjenjang sesuai dengan kebutuhannya yang tertuang dalam paket pemeliharaan kesehatan dalam kontraknya dengan Bapel.
b. Mendapat kartu peserta JPKM sebagai tanda identitas untuk memperoleh pelayanan di sarana kesehatan yang ditunjuk.
c. Mengajukan keluhan dan memperoleh penyelesaian atas keluhan tersebut.
d. Memberikan masukan atau pendapat untuk perbaikan penyelenggaraan JPKM.

2. Kewajiban Peserta :
a. Membayar iuran dimuka secara teratur kepada Bapel JPKM.
b. Mentaati segala ketentuan dan kesepakatan.
c. Menandatangani kontrak.

G. Pemberi Pelayanan Kesehatan ( PPK )
Pemberi Pelayanan Kesehatan ( PPK ) dalam JPKM adalah sarana kesehatan yang dikontrak oleh Badan Penyelenggara JPKM untuk melaksanakan pemeliharaan kesehatan peserta secara efektif dan efesien berdasarkan paket pemeliharaan kesehatan yang disepakati bersama.

Sarana Pemberi Pelayanan Kesehatan tersebut dapat berupa :
1. Praktek dokter dan dokter gigi
2. Klinik yang melakukan praktek dokter bersama, baik umum maupun spesialis.
3. Bidan praktek.
4. Puskesmas atau Puskesmas Pembantu.
5. Balkesmas.
6. Praktek dokter spesialis.
7. Rumah Sakit Umum Pemerintah.
8. Rumah Sakit Swasta.
9. Rumah bersalin, dll

PPK berhak mendapatkan pembayaran praupaya dari Bapel JPKM , PPK berwajiban memberikan jasa pelayanan kepada peserta JPKM sesuai ketentuan. Peraturan mengenai pemberi pelayanan kesehatan tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan R I No.571/Menkes/Per/VII/1993, tentang penyelenggaraan program JPKM. Pengaturan tersebut meliputi hal-hal berikut:

1. PPK dilarang menarik pembayaran dari peserta sepanjang pelayanan yang diberikan sesuai dengan paket yang disepakati bersama ( pasal 27 )
2. PPK tidak boleh menolak peserta yang membutuhkan pelayanan kesehatan
3. ( pasal 28 ).
4. PPK dilarang menghentikan perawatan dalam suatu proses karena alasan administratif ( pasal 29 ).
5. Peserta tidak perlu membayar sepanjang pelayanan sesuai dengan kesepakatan bersama yang tertuang dalam kontrak.

Untuk memperoleh pelayanan pada sarana kesehatan, peserta JPKM hanya perlu menunjukkan identitas kepesertaan JPKM yang masih berlaku, Pemberian Pelayanan Kesehatan ( PPK ) memeriksa dan menetapkan jenis pelayanan yang diberikan sesuai kebutuhan medis peserta.

Kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dalam pemberian pelayanan kesehatan oleh PPK adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan selesai karena peserta hanya membutuhkan konsultasi.
2. PPK memberikan pengobatan kepada peserta JPKM.
3. PPK memberikan rujukan ke rumah sakit, konsultasi dengan dokter spesialis atau jika diperlukan rawat inap di rumah sakit.
4. PPK meminta pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rontgen, dan lain-lain yang dianggap perlu.

H. Badan Penyelenggara ( BapelJPKM )
Badan Penyelenggara ( BapelJPKM ) adalah suatu badan hukum yang telah diberi izin operasional dari Menteri Kesehatan RI untuk menyelenggarakan pengelolaan JPKM Bapel JPKM dapat berbentuk koperasi, yayasan, perseroan terbatas, BUMN, BUMD, atau bentuk usaha lainnya yang memiliki izin usaha dibidang JPKM.
I. Tugas dari Bapel JPKM adalah :
1. Manajemen pemeliharaan kesehatan yang paripurna, terstruktur, bermutu dan berkesinambungan.
2. Manajemen keuangan secara cermat.
3. Manajemen Kepesertaan.
4. Sistem Informasi Manajemen.

Bapel JPKM berhak atas imbalan jasa penyelenggaraan JPKM. Bapel JPKM wajib menyelenggarakan JPKM sesuai ketentuan yang berlaku sesuai dengan izin operasional yang diberikan. Data pemanfaatan pelayanan diperiksa oleh Bapel
dengan telaah utilisasi (utilization review) untuk dapat melakukan pengendalian mutu atau pengendalian pembiayaan, sekaligus untuk melihat apakah pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan prosedur dan kontrak

J. Badan Pembina JPKM (BAPIM JPKM)
Badan Pembina JPKM (BAPIM JPKM) adalah badan pemerintah yang melaksanakan fungsi pemerintah yang melaksanakan, seperti diatur dalam pasal 66 ayat 1 UU No . 23/1992 tentang kesehatan, yakni mengembangkan, membina serta mendorong penyelenggaraan JPKM. Anggota badan pembina terdiri dari wakil-wakil pemerintah umum dan jajaran kesehatan serta pihak-pihak terkait.

Bapim berkewajiban membina,mengembangkan serta mendorong ( termasuk mengawasi ) penyelenggaraan JPKM. Bapim berhak memperoleh semua data dan informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan JPKM diwilayah kerjanya. Bapim
JPKM diharapkan aktif menjalin hubungan dengan Bapel JPKM, peserta dan PPK, untuk kemudian memberikan masukan kepada penentu kebijakan berdasarkan hasil pemantau, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan JPKM.

Sebagai suatu jaminan kesehatan yang efektif dan efisien, JPKM mengandung beberapa jurus yang harus diterapkan untuk memenuhi kebutuhan utama kesehatan peserta secara paripurna dengan mutu yang terjamin dan biaya yang terkendali 7 jurus dalam pelaksanaan JPKM yang menjamin efesiensi, efektivitas dan pemerataan pemeliharaan kesehatan dalam JPKM meliputi

1. Pembayaran iuran dimuka ke Badan Penyelenggara.
Peserta JPKM membayar sejumlah iuran di muka secara teratur kepada Bapel, sehingga Bapel dapat mengetahui jumlah dana yang harus dikelolanya secara efisien untuk pemeliharaan kesehatan peserta.
2. Pembayaran sejumlah dana dimuka oleh Bapel kepada PPK
Sehingga PPK tahu batas anggaran yang harus digunakan untuk merencanakan pemeliharaan kesehatan
peserta secara efisien dan efektif. Dapat digunakan beberapa cara seperti kapitasi, sistem anggaran.
3. Pemeliharaan kesehatan paripurna
mencakup upaya promotif/peningkatan kesehatan. Preventif, kuratif/pengobatan serta rehabilitatif/pemulihan kesehatan.
4. Ikatan Kerja
hubungan antara Bapel dan PPK dan antar Bapel dengan peserta diatur dengan ikatan kerja yang menata secara rinci dan jelas hak dan kewajiban masing-masing.
5. Jaga mutu pelayanan kesehatan
Jaga mutu dilaksanakan oleh Bapel agar pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai kebutuhan dan standar profesi serta kaidah pengobatan rasional.
6. Pemantauan pemanfaatan pelayanan
Pemantauan ini perlu dilakukan untuk dapat melakukan penyesuaian
kebutuhan medis peserta, mengetahui perkembangan epidemologi penyakit peserta dan pengendalian penggunaan pelayanan kesehatan oleh peserta.
7. Penanganan keluhan dilaksanakan oleh Bapel dengan tujuan menjamin mutu dan stabilitas dalam menjalankan kegiatan JPKM.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
JPKM merupakan model jaminan kesehatan pra-bayar yang mutunya terjaga dan biayanya terkendali, JPKM dikelola oleh suatu badan penyelenggara ( bapel ) dengan menerapkan jaga mutu dan kendali biaya. Masyarakat yang ingin menjadi peserta/anggota mendaftarkan diri dalam kelompok-kelompok ke bapel dengan membayar iuran di muka. Peserta akan memperoleh pelayanan kesehatan paripurna dan berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai ujung tombak, yang memenuhi kebutuhan utama kesehatannya dengan mutu terjaga dan biaya terjangkau.

Dengan adanya JPKM di indonesia, masyarakat bisa memanfaatkan fasilitas kesehatan yang sudah ada dengan membayar iuran dan dalam dasar azaz saling tolong menolong, mayarakat juga selain mendapatkan pelayanan kesehatan, juga mendapatkan promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitatif. Masyarakat indonesia agar bisa lebih sadar akan kesehatan di mulai dari individu, keluarga sampai lingkungan sekitarnya, dengan adanya jpkm masyarakat akan terjamin dalam segi kesehatan sesuai dengan kebutuhan, dan JPKM dapat memeratakan khususnya dibidang kesehatan sehingga masyarakat lebih sadar pentingnya hidup sehat, dan dapt meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

3.2 SARAN
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat menambah wawasan kita tentang JPKM, yang sangat berguna untuk kita dmana kita di tuntut untuk meningkatkan derajat kesahatan masyarakat Indonesia dengan program JPKM ini maka akan mempermudah kita menjangkau setiap lapisan masyarakat. Untuk para pembaca, setidaknya dapat mengetahui tentang JPKM, Manfaat JPKM, syarat-syarat untuk mengikuti JPKM, Tujuan JPKM, sasaran JPKM. Dan diharapkan agar dapat menyikapi makalah kami dan memberikan saran serta kritik untuk menyempurnakan makalah kami ini

DAFTAR PUSTAKA
http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/pdf/buku/mengapa%20perlu%20jpkm.pdf
http://astaqauliyah.com/2006/01/jaminan-pemeliharaan-kesehatan-masyarakat-jpkm-pengertian-dan-pelaksanaannya/
http://www.depkes.go.id/downloads/JPKM.pdf
http://pustaka.unpad.ac.id/archives/25437/
http://www.palu.bpk.go.id/wp-content/uploads/2009/07/perda-02-16.pdf
http://acronyms.thefreedictionary.com/Jaminan+Pemeliharaan+Kesehatan+Masyarakat

Sabtu, 04 September 2010

Manajement Konflik


 

  1. Definisi Konflik

    Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

    Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

    Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

    Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara beberapa orang, kelompok atau organisasi.

    Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua kelompok, yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam posisi oposisi, bukan kerjasama.


 


 


 


 

  1. Aspek Positif Dalam Konflik

    Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik. Misalnya, konflik dapat menggerakan suatu perubahan :

    1. Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
    2. Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
    3. Menumbuhkan semangat baru pada staf.
    4. Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
    5. Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.

    Apabila konflik mengarah pada kondisi destruktif, maka hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara perorangan maupun kelompok, berupa penolakan, resistensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.


     

  2. Penyebab Konflik

    Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut:

    1. Batasan pekerjaan yang tidak jelas
    2. Hambatan komunikasi
    3. Tekanan waktu
    4. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
    5. Pertikaian antar pribadi
    6. Perbedaan status
    7. Harapan yang tidak terwujud


     

  3. Faktor Penyebab Konflik
    1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

      Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

    2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.

      Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

    3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.

      Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

    4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

      Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.


 


 


 


 

  1. Pengelolaan Konflik

    Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan:

    1. Disiplin:

      Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.

    2. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan:

      Konflik dapat dikelola dengan mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; Perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.

    3. Komunikasi:

      Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.

    4. Mendengarkan secara aktif:

      Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.


     

  2. Teknik Atau Keahlian Untuk Mengelola Konflik

    Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :

    1. Konflik itu sendiri
    2. Karakteristik orang-orang yang terlibat di dalamnya
    3. Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
    4. Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
    5. Ketersediaan waktu dan tenaga


     

  3. Strategi :
    1. Menghindar

      Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan "Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi"

    2. Mengakomodasi

      Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.

    3. Kompetisi

      Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.

    4. Kompromi atau Negosiasi

      Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.

    5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi

      Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.


     

  4. Petunjuk Pendekatan Situasi Konflik :
    1. Diawali melalui penilaian diri sendiri
    2. Analisa isu-isu seputar konflik
    3. Tinjau kembali dan sesuaikan dengan hasil eksplorasi diri sendiri.
    4. Atur dan rencanakan pertemuan antara individu-individu yang terlibat konflik
    5. Memantau sudut pandang dari semua individu yang terlibat
    6. Mengembangkan dan menguraikan solusi
    7. Memilih solusi dan melakukan tindakan
    8. Merencanakan pelaksanaannya


     

    1. Jenis-Jenis Konflik

    Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :

    1. Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role)).
    2. Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
    3. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
    4. Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara).
    5. Konflik antar atau tidak antar agama.
    6. Konflik antar politik.


 


 


 


 

2.10.Akibat Konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :

  1. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  2. Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
  3. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dan lain-lain.
  4. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
  5. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.


 

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut :

  1. Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
  2. Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
  3. Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.

Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

Rabu, 01 September 2010

Laparatomi

  1. Definisi

    Laparatomi adalah pembedahan perut sampai membuka selaput perut. Yang dimaksud pembedahan perlaparatomi adalah:

    1) Berbagai jenis oprasi pada uterus;

    2) Oprasi pada tuba fallopii;

    3) Oprasi pada ovarium.

    Ada empat cara, yaitu:

    1. Midline incision
    2. Paramedium, yaitu; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm) dan panjang (12,5 cm).
    3. Transverse upper abdomen incision, yaitu; insisi di bagian atas.
    4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka.
  2. Indikasi
    1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
    2. Peritonitis
    3. Perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding)
    4. Sumbatan pada usus halus dan besar
    5. Masa pada abdomen.
  3. Komplikasi
    1. Ventilasi paru tidak adekuat
    2. Gangguan kardiovaskuler
    3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
    4. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.
  4. Perawatan post laparatomi

    Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang di berikan kepada klien yang telah menjalani oprasi pembedahan perut. Adapun tujuan perawatan post laparatomi, antara lain:

    1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
    2. Mempercepat penyembuhan.
    3. Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum oprasi.
    4. Mempertahankan konsep diri klien.
    5. Mempersiapkan klien pulang
  5. Tujuan perawatan post laparatomi;
    1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
    2. Mempercepat penyembuhan.
    3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
    4. Mempertahankan konsep diri pasien.
    5. Mempersiapkan pasien pulang.
  6. Data-data yang perlu dikaji adalah
    1. Perlengkapan yang dilakukan pada pasien post laparatomy, adalah; Respiratory

      Bagaimana saluran pernapasan, jenis pernapasan, bunyi pernapasan.

    2. Sirkulasi

      Tensi, nadi, respirasi, dan suhu, warna kulit, dan refill kapiler.

    3. Persarafan : Tingkat kesadaran.
    4. Balutan
      Apakah ada tube, drainage ?

      Apakah ada tanda-tanda infeksi?

      Bagaimana penyembuhan luka ?

    5. Peralatan
      Monitor yang terpasang.

    Cairan infus atau transfusi.

    1. Rasa nyaman

      Rasa sakit, mual, muntah, posisi pasien, dan fasilitas ventilasi.

      Psikologis : Kecemasan, suasana hati setelah operasi.


 

PERAWATAN LUKA

  1. Pengertian
    Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.

    Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

    1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
    2. Respon stres simpatis
    3. Perdarahan dan pembekuan darah
    4. Kontaminasi bakteri
    5. Kematian sel
  2. Mekanisme terjadinya luka :
    1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
    2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
    3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
    4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
    5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
    6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
    7. Luka Bakar (Combustio)
  3. Jenis-Jenis Luka

    Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :

    1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
    2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
    3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
    4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.


 


 

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :

  1. Stadium I : Luka Superfisial ("Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
  2. Stadium II : Luka "Partial Thickness" : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
  3. Stadium III : Luka "Full Thickness" : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
  4. Stadium IV : Luka "Full Thickness" yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :

  1. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
  2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.


 

JENIS TINDAKAN KEPERAWATAN

  1. Secara mandiri (independen) : adalah tindakan yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya atau menanggapi reaksi karena adanya stressor (penyait), misalnya :
    1. Membantu klien dalam melakuan kegiatan sehari-hari
    2. Memberikan perawatan
      kulit untuk mencegah dekubitus
    3. Memberikan dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya secara wajar
    4. Menciptakan lingungan terapeutik
  2. Saling ketergantungan (interdependent/kolaborasi) : adalah tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim perawatan atau dengan tim kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapi, analis kesehatan dan sebagainya, misalnya dalam hal :
    1. Pemberian obat-obatan sesuai dengan instruksi dokter
    2. Pemberian infus
  3. Rujukan/ketergantungan (dependen) : adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain, diantaranya dokter, psikolog, psikiater, ahli gizi, fisioterapi, dan sebagainya, misalnya :
    1. Pemberian makan pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi
    2. Latihan fisik – ahli fisioterapi

Skala Nyeri

0 :Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul


 


 

Sabtu, 13 Maret 2010

Gerontik

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK

PENDAHULUAN

Perkembangan IPTEK memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan yang terlihat dari angka harapan hidup (AHH) yaitu:
AHH di Indonesia tahun 1971 : 46,6 tahun
tahun 1999 : 67,5 tahun
Populasi lansia akan meningkat juga yaitu:

  • ± 10 juta jiwa/5,5àPada tahun 1990 jumlah penduduk 60 tahun % dari total populasi penduduk.
  • Pada tahun 2020 diperkirakan meningka 3X menjadi ± 29 juta jiwa/11,4 % dari total populasi penduduk (Lembaga Demografi FE-UI-1993).

Selanjutnya :
Terdapat hasil yang mengejutkan, yaitu:

  • 62,3% lansia di Indonesia masih berpenghasilan dai pekerjaannya sendiri
  • 59,4% dari lansia masih berperan sebagai kepala keluarga
  • 53 % lansia masih menanggung beban kehidupan keluarga
  • hanya 27,5 % lansia mendapat penghasilan dari anak/menantu

DEPKES RI membagi Lansia sebagai berikut:
1. kelompok menjelang usia lanjut (45 – 54 th) sebagai masa VIRILITAS
2. kelompok usia lanjut (55 – 64 th) sebagai masa PRESENIUM
3. kelompok usia lanjut (65 th > ) sebagai masa SENIUM

Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Usia lanjut : 60 – 74 tahun
2. Usia Tua : 75 – 89 tahun
3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun

PROSES PENUAAN

  • Penuaan Primer : perubahan pada tingkat sel (dimana sel yang mempunyai inti DNA/RNA pada proses penuaan DNA tidak mampu membuat protein dan RNA tidak lagi mampu mengambil oksigen, sehingga membran sel menjadi kisut dan akibat kurang mampunya membuat protein maka akan terjadi penurunan imunologi dan mudah terjadi infeksi.
  • Penuaan Skunder : proses penuaan akibat dari faktor lingkungan, fisik, psikis dan sosial .

Stress fisik, psikis, gaya hidup dan diit dapat mempercepat proses menjadi tua.
Contoh diet ; suka memakan oksidator, yaitu makanan yang hampir expired.
Gairah hidup yang dapat mempercepat proses menjadi tua dikaitkan dengan kepribadian seseorang, misal: pada kepribadian tipe A yang tidak pernah puas dengan apa yang diperolehnya.

Secara umum perubahan proses fisiologis proses menua adalah:
1. terjadi dalam sel seperti:
àPerubahan Mikro

  • Berkurangnya cairan dalam sel
  • Berkurangnya besarnya sel
  • Berurangnya jumlah sel

2. yang jelas terlihat seperti:àPerubahan Makro

  • Mengecilnya mandibula
  • Menipisnya discus intervertebralis
  • Erosi permukaan sendi-sendi
  • Osteoporosis
  • Atropi otot (otot semakin mengecil, bila besar berarti ditutupi oleh lemak tetapi kemampuannya menurun)
  • Emphysema Pulmonum
  • Presbyopi
  • Arterosklerosis
  • Manopause pada wanita
  • Demintia senilis
  • Kulit tidak elastis
  • Rambut memutih

KARAKTERISTIK PENYAKIT PADA LANSIA

  • saling berhubungan satu sama lainàPenyakit sering multiple
  • Penyakit bersifat degeneratif
  • àGejala sering tidak jelas berkembang secara perlahan
  • Sering bersama-sama problem psikologis dan sosial
  • Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut
  • Sering terjadi penyakit iatrogenik (penyakit yang disebabkan oleh konsumsi obat yang tidak sesuai dengan dosis)

Hasil penelitian Profil Penyakit Lansia di 4 kota (Padang, Bandung, Denpasar, Makasar), sebagai berikut:

  • Fungsi tubuh dirasakan menurun:

Penglihatan (76,24 %), Daya ingat (69,39 %), Sexual (58,04 %), Kelenturan (53,23 %), Gilut (51,12 %).

  • Masalah kesehatan yang sering muncul

Sakit tulang (69,39 %), Sakit kepala (51,15 %), Daya ingat menurun (38,51 %), Selera makan menurun (30,08 %), Mual/perut perih (26,66 %), Sulit tidur (24,88 %) dan sesak nafas (21,28 %).

PENGERTIAN

Ilmu + Keperawatan + GerontikàIlmu Keperawatan Gerontik

  • Ilmu : pengetahuan dan sesuatu yang dapat dipelajari
  • Keperawatan : konsisten terhadap hasil lokakarya nasional keperawatan 1983
  • Gerontik : gerontologi + geriatrik
  • Gerontologi adalah cabang ilmu yang membahas/menangani tentang proses penuaan/masalah yang timbul pada orang yang berusia lanjut.
  • Geriatrik berkaitan dengan penyakit atau kecacatan yang terjadi pada orang yang berusia lanjut.
  • Keperawatan Gerontik : suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosio-spritual dan kultural yang holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

LINGKUP PERAN DAN TANGGUNGJAWAB
Fenomena yang menjadi bdang garap keperawatan gerontik adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (KDM) lanjut usia sebagai akibat proses penuaan.

Lingkup askep gerontik meliputi:
1. Pencegahan terhadap ketidakmampuan akibat proses penuaan
2. Perawatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akibat proses penuaan
3. Pemulihan ditujukan untuk upaya mengatasi kebutuhan akibat proses penuaan

Dalam prakteknya keperawatan gerontik meliputi peran dan fungsinya sebagai berikut:
1. Sebagai Care Giver /pemberi asuhan langsung
2. Sebagai Pendidik klien lansia
3. Sebagai Motivator
4. Sebagai Advokasi
5. Sebagai Konselor

Tanggung jawab Perawat Gerontik
1. Membantu klien lansia memperoleh kesehatan secara optimal
2. Membantu klien lansia untuk memelihara kesehatannya
3. Membantu klien lansia menerima kondisinya
4. Membantu klien lansia menghadapi ajal dengan diperlakukan secara manusiawi sampai dengan meninggal.

Sifat Pelayanan Gerontik
1. Independent (layanan tidak tergantung pada profesi lain/mandiri)
2. Interdependent
3. Humanistik (secara manusiawi)
4. Holistik (secara keseluruhan)

Model Pemberian Keperawatan Profesional
1. Model Asuhan
2. berkaitan pada pengaturan/manajemen
àModel Manajerial

Model asuhan yang sesuai masih dalam penelitian…………………………………
Diterima sementara ini "Ad an Adaptation Model of Nursing" (Sister Calista Roy)

Model Manajerial yaitu: yang sesuai juga masih dalam penelitian tentang yang lebih mengarah pada tindakan yang profesiona

Sabtu, 06 Maret 2010

Askep fraktur cervicalis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR CERVICALIS


 

  1. Pengertian

    Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).

  2. Patofisiologis dikaitkan dengan KDM


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

  1. Data fokus.

    Aktifitas dan istirahat : kelumpuhan otot terjadi kelemahan selama syok spinal

    Sirkulasi : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi, hipotensi, bradikardia ekstremitas dingin atau pucat

    Eliminasi : inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi urine, distensi perut, peristaltik usus hilang

    Integritas ego : menyangkal, tidak percaya, sedih dan marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri.

    Pola makan : mengalami distensi perut, peristaltik usus hilang

    Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam melakukan ADL

    Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flasid, hilangnya sensai dan hilangnya tonus otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis.

    Nyeri/kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada derah trauma.

    Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis

    Keamanan : suhu yang naik turun

  2. Pemeriksaan diagnostik

    Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau dislok)

    CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas

    MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal

    Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru

    AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi

  3. Diagnosa keperawatan
  4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma

    Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen

    Kriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < 45, rr = 16-20 x/mt, tanda sianosis –

    Intervensi keperawatan :

    1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak. Rasional : pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.
    2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik sekret. Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.
    3. Kaji fungsi pernapasan. Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.
    4. Auskultasi suara napas. Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret yang berakibat pnemonia.
    5. Observasi warna kulit. Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang memerlukan tindakan segera
    6. Kaji distensi perut dan spasme otot. Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan diafragma
    7. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari. Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret sebagai ekspektoran.
    8. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan. Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
    9. Pantau analisa gas darah. Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
    10. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan.
    11. Lakukan fisioterapi nafas. Rasional : mencegah sekret tertahan
  5. Diagnosa keperawatan : kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan

    Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi sampai cedera diatasi dengan pembedahan.

    Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien mampu beraktifitas kembali secara bertahap.

    Intervensi keperawatan :

    1. Kaji secara teratur fungsi motorik. Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum
    2. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan. Rasional memberikan rasa aman
    3. Lakukan log rolling. Rasional : membantu ROM secara pasif
    4. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki. Rasional mencegah footdrop
    5. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling. Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik
    6. Inspeksi kulit setiap hari. Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
    7. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam. Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang berhubungan dengan spastisitas.
  6. Diagnosa keperawatan : gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera

    Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan

    Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang

    Intervensi keperawatan :

    1. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
    2. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus. Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih dan berbaring lama.
    3. Berikan tindakan kenyamanan. Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.
    4. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi. Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
    5. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan. Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan meningkatkan istirahat.
    1. Diagnosa keperawatan : gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan pada usus dan rektum.

      Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi alvi/konstipasi

      Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali

      Intervensi keperawatan :

      1. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.
      2. Observasi adanya distensi perut.
      3. Catat adanya keluhan mual dan ingin muntah, pasang NGT. Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi akibat trauma dan stress.
      4. Berikan diet seimbang TKTP cair : meningkatkan konsistensi feces
      5. Berikan obat pencahar sesuai pesanan. Rasional: merangsang kerja usus
    2. Diagnosa keperawatan : perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat perkemihan.

      Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan

      Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada

      Intervensi keperawatan:

      1. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam. Rasional : mengetahui fungsi ginjal
      2. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
      3. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari. Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.
      4. Pasang dower kateter. Rasional membantu proses pengeluaran urine

      5.6 Diagnosa keperawatan : gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan

Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering

    Intervensi keperawatan :

  1. Inspeksi seluruh lapisan kulit. Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.
  2. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan: untuk mengurangi penekanan kulit
  3. Bersihkan dan keringkan kulit. Rasional: meningkatkan integritas kulit
  4. Jagalah tenun tetap kering. Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit
  5. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan : Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik dan perifer dan menurunkan tekanan pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.

 


 

Daftar kepustakaan :


 

Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.

Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.

Sjamsuhidajat. R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta